Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pensiun Dini PLTU Dimulai Tahun Ini, ADRO Siap-siap?

Meski menyatakan dukungannya, ADRO belum memiliki PLTU batu bara yang berusia 30 tahun ke atas sebagai salah satu syarat pemadaman dari pemerintah.
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/9/2022). ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/9/2022). ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tambang PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) menilai positif inisiatif pemerintah untuk segera melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara pada tahun ini. Kendati demikian, ADRO belum mengambil ancang-ancang untuk melakukan pemadaman PLTU batu bara miliknya. 

“Kami belum mengetahui banyak mengenai program pensiun dini PLTU dan kami siap berdialog untuk mencari solusi terbaik untuk semua pihak,” kata Presiden Direktur Adaro Power Dharma Djojonegoro saat dihubungi, Minggu (16/10/2022).

Selain itu, Dharma menerangkan, ADRO belum memiliki PLTU batu bara yang berusia 30 tahun ke atas sebagai salah satu syarat pemadaman dari pemerintah.

Kendati demikian, dia memastikan, ADRO berkomitmen untuk mempercepat alih energi bersih untuk menjaga ketahanan domestik.

“Saat ini, PLTU Adaro belum ada yang beroperasi lebih dari 30 tahun, dan dalam beroperasi kami coba untuk melakukan dekarbonisasi seperti co-firing,” kata dia.

Ihwal komitmen energi hijau, ADRO telah mengoperasikan 0,5 megawatt (MW) solar fotovoltaik (PV) atas dan apung di Coal Terminal Kelanis. Selain itu, ADRO aktif menjajaki pengembangan EBT lewat Adaro Water, Adaro Land, Adaro Logistics dan perusahaan grup lainnya.

“Kami juga mendukung tender EBT PLN, selain tentunya menjalankan green initiative jangka panjang melalui pembangunan smelter aluminium di kawasan industri hijai di Kaltara,” tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan sejumlah negara dan lembaga keuangan internasional telah menunjukkan ketertarikan mereka untuk ikut mendanai program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbasis batu bara yang dimulai tahun ini.

“Sudah ada beberapa negara dan lembaga keuangan yang tertarik dengan program pensiun dini PLTU, salah satunya Asian Development Bank [ADB],” kata Dadan saat dihubungi, Kamis (13/10/2022).

Kendati demikian, Dadan mengatakan, kementeriannya masih mematangkan peta jalan pensiun dini puluhan pembangkit berbasis energi fosil tersebut menyusul disahkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik bulan lalu.

Di sisi lain, pemerintah masih menilai keekonomian dari inisiatif pemadaman 33 PLTU dengan kapasitas 16,8 giga watt (GW) yang telah beroperasi selama tiga dekade. Malahan, 3 PLTU diharapkan sudah setop operasi pada tahun ini.

“Pensiun dini 33 PLTU itu sedang dievaluasi, misalkan nilai aset, besar CO2, kebutuhan sistem, umur pembangkit. Pendanaan juga demikian, masih dalam proses pembahasan,” kata dia.

Seperti diketahui, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mendorong penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 sebagai langkah awal perseroan memberi ruang untuk investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional. Manuver itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,3 triliun, kurs Rp14.890.

Hanya saja program penghentian PLTU seluruhnya hingga 2050 diproyeksikan bakal sulit dilakukan. Center for Global Sustainability University of Maryland memperkirakan kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN mencapai US$32,1 miliar atau setara dengan Rp475,4 triliun, asumsi kurs Rp14.810.

Di sisi lain, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit EBT dengan nilai investasi menyentuh US$1,2 triliun atau setara dengan Rp17.772 triliun hingga 2050 mendatang.

“Ini bukan biaya yang kecil kita harus lihat kemampuan fiskal Indonesia seberapa jauh untuk menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik untuk ikut masuk,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper