Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berpandangan harga tandan buah segar (TBS) sawit yang saat ini rata-rata Rp1.800 per kilogram (kg) di level petani swadaya sudah sebanding dengan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Rp10.000 per kg. Berbeda dengan harga TBS petani swadaya, harga TBS plasma sendiri rata-rata sudah Rp2.000 per kg.
“Apakah 2.000 tinggi apa rendah? [jika] Harga CPO Rp10.000 [per kg] maka TBS-nya Rp2.000 sudah fair,” ujar Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam siaran pers virtual, Rabu (12/10/2022).
Joko menambahkan, harga CPO saat ini masih belum pulih seperti awal 2022. Menurut dia, banyak faktor yang membuat harga CPO masih rendah, salah satunya konflik Rusia-Ukraina.
“Harga CPO kan belum bagus saat ini. Harga TBS turun waktu kemarin itu karena memang barang domestiknya turun meski harga internasionalnya naik [saat krisis minyak goreng awal tahun],” ujar Joko.
Mengutip data Bloomberg, pada Selasa (11/10/2022) di Bursa Berjangka Malaysia (MDE), harga CPO berada di posisi 3.692 ringgit per ton, turun sebanyak 3,78 persen. Sepanjang 2022, harga CPO terkoreksi 31,73 persen.
Lebih lanjut, Joko menuturkan setiap perusahaan kelapa sawit juga berbeda-beda dalam menentukan harga TBS sawit petani. Jika perusahaan tersebut ekspornya lancar, maka dipastikan membelinya dengan harga Rp2.000 per kg. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut terhambat ekspornya, maka akan membeli di bawah Rp2.000 per kg.
Baca Juga
“Pembelian TBS dilakukan tiap hari dan harga itu tiap hari. Harga lokal itu masing-masing perusahaan beda. Saat ini saat pembelian TBS terhambat ekspor. Masih ada masalah soal pengadaan kapal untuk ekspor biasanya,” terang Joko.
Sebelumnya, Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung menyebutkan hingga saat ini pengenaan tarif pungutan ekspor nol berlaku sejak 15 Juli 2022 hingga saat ini, tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan harga TBS petani.
"Seharusnya penghapusan PE ini bisa mendongkrak harga TBS paling tidak sebesar Rp 600-Rp 1000 per kg TBS. Tapi faktanya hanya terdongkrak tipis," tutur Gulat, Rabu (10/10/2022).
Gulat menjelaskan, jika harga CPO dunia turun, maka harga TBS tidak naik signifikan sesuai besaran beban pungutan ekspor saat itu sebesar US$200 per ton CPO.
Hal ini, lanjut dia, bisa dibantah dengan melihat saat sebelum pungutan ekspor dinolkan, rerata tarifnya Rp9.500-10.200 per kg CPO. Namun, Setelah tarifnya nol, harga CPO malah naik di angka Rp 10.800-11.700 per kg CPO.
"Jadi akan sia-sia PE nol diperpanjang jika korporasi hilir, PKS (pabrik kelapa sawit) dan refinery, tidak mau berbagi beban dan berbagi untung," jelas Gulat.
Dia memaparkan jika harga refinery di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 1-15 Oktober 2022 adalah US$792,19 dan bea keluar atau pajak ekspor US$33, maka harga CPO setelah dipotong pajak ekspor adalah US$759,19 per ton CPO atau Rp 11.400 per kg CPO.
Di sisi lain, Gulat mengungkapkan harga hasil tender PT KPB Nusantara (KPBN) pasti akan lebih rendah dari harga refinery Kemendag, seperti biasanya. Sehingga dia mendesak pemerintah untuk mengawasi proses tender tersebut.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah pengawasan ketat dari pemerintah terhadap proses tender CPO di KPBN, Pengawasan rutin ke 1.118 PKS se Indonesia dan segera merevisi Permentan 1 tahun 2018 (pengaturan tata cara penetapan harga TBS petani)," tegasnya.