Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan serapan gas dalam negeri hingga Juli 2022 sudah mencapai 3.716 BBTUD atau 68,66 persen.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, torehan itu mengalami peningkatan yang signifikan dari pencatatan tahun sebelumnya.
“Produksi gas kita sudah sebagian besar dipakai untuk kebutuhan domestik, yaitu 68,66 persen. Itu membalik kondisi beberapa tahun lalu di mana sebagian besar untuk ekspor. Sekarang dua pertiga produksi gas untuk nasional,” kata Tutuka melalui siaran pers, Selasa (11/10/2022).
Pemanfaatan gas domestik ini didominasi untuk memenuhi kebutuhan sektor industri sebesar 29,2 persen, pupuk 13,49 persen, kelistrikan 11,62 persen, domestik LNG 8,47 persen, lifting 3,48 persen, domestik LPG 1,5 persen, dan gas kota 0,19 persen, serta BBG 0,08 persen. Sedangkan untuk ekspor gas mencapai 1.697 BBTUD atau 31,34 persen, yaitu ekspor LNG 19,58 persen dan ekspor gas pipa 11,77 persen.
“Pemanfaatan gas untuk industri hampir 30 persen. Kita dorong terus supaya industri kita semakin tumbuh,” kata Tutuka.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Berdasarkan aturan tersebut, terdapat tujuh bidang yang mendapatkan harga gas bumi tertentu sebesar US$6 per MMBTU, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Baca Juga
Potensi gas Indonesia hingga saat ini cukup menjanjikan dengan cadangan terbukti sekitar 41,62 TCF. Meski cadangannya tidak signifikan dibandingkan cadangan dunia, Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi yang ditawarkan kepada investor.
Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1.715 MMSCFD yang berasal dari beberapa proyek potensial.
Saat ini terdapat empat proyek migas yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD), Abadi Masela, Jambaran Tiung Biru (JTB) dan Tangguh Train 3. Pemerintah mengharapkan produksi gas tidak hanya berasal dari proyek-proyek yang masuk PSN tersebut, tetapi juga lapangan lainnya seperti Andaman.
Seperti diberitakan sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) melaporkan beberapa rencana pengembangan lapangan gas mesti ditunda lantaran sejumlah blok belum mendapatkan calon pembeli untuk produksi mereka. Direktur Aspermigas Moshe Rizal mengatakan, situasi itu terjadi lantaran pertumbuhan konsumsi gas domestik cenderung lamban ketimbang volume pasokan yang belakangan malah diproyeksikan surplus cukup lebar.
“Memang benar, untuk produksi gas itu sebelum mereka produksi mereka harus sudah ada pembelinya dulu, kalau pembeli belum siap atau belum ada pasti produksinya ditunda,” kata Moshe saat dihubungi, Senin (20/8/2022).
Sementara itu, produk gas yang dikemas dalam bentuk liquified natural gas (LNG) untuk pasar ekspor cenderung tidak kompetitif. Moshe mengungkapkan, alasannya karena biaya pokok produksi LNG di dalam negeri relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan pasar luar negeri.
Dengan demikian, dia berharap, pemerintah dapat mengoptimalkan pembangunan infrastruktur gas yang masif untuk dapat menyerap potensi surplus gas yang makin lebar 10 tahun ke depan.
“Infrastrukturnya banyak yang belum terbangun karena itu permintaan gas dalam negeri untuk natural gas itu belum maksimal, jadi produsen-produsen gas ini bingung jugal ke domestik,” tuturnya.