Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) kembali mendesak pemerintah untuk memberi penyesuaian harga rumah subsidi yang belum naik hampir 3 tahun ini.
Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Djumali menilai inflasi hingga kondisi makro ekonomi saat ini semakin menyudutkan pengembang rumah subsidi. Sebab bahan material hingga ongkos produksi melonjak naik.
"Soal harga rumah subsidi saya rasa, sudah waktunya disesuaikan karena sudah hampir tiga tahun harga tidak naik. Padahal, kalau kita lihat lagi UMR pun tiap tahun naik," kata Daniel kepada Bisnis.com, Senin (10/10/2022).
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama solar sangat berdampak pada ongkos transportasi untuk pengiriman bahan material besi, pasir, batu, dan lainnya.
Terlebih, harga bahan-bahan itu pun kini sudah melesat, misalnya besi dan beton yang kenaikannya diperkirakan sudah 2 kali lipat.
Sebelumnya, Apersi telah mengajukan penyesuaian harga rumah subsidi hingga 7 persen di tahun ini. Menurut Daniel, kenaikan 7 persen tidak akan memberatkan konsumen dengan pendapatan UMR saat ini.
Baca Juga
"Seharusnya wajar disesuaikan dan pasti gak memberatkan konsumen karena pendapatannya pun sudah naik, saya sudah itung. Makanya kenapa Apersi usul sekitar 7 persen itu kurang lebih sama dengan UMR selama 3 tahun," jelasnya.
Di samping itu, dia juga menambahkan masalah perizinan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan Bangunan (IMB) yang belum diterapkan di berbagai Kabupaten/Kota.
"Dari 500 lebih kota paling berapa, gak ada seperlima atau sepersepuluh nya yang sudah ada aturan itu. PBG ini membuat tertunda [pembangunan]," ungkapnya.
Tak sampai di sana, aturan penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dari Kepmen ATR/BPN Nomor 1.589/SK-HK.02.01/XII/2021 juga dinilai menganggu pengembangan rumah subsidi.
Aturan tersebut menjadi kendala bagi pengembang yang sulit mendapatkan izin sehingga investasi pengembang atas lahan yang sudah dibeli tidak jelas pengembalian investasinya.
Di sisi lain, pemerintah belum juga memberikan kepastian terkait harga penyesuaian rumah subsidi karena terkendala regulasi dan kebijakan dari kementerian terkait.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja mengatakan pihaknya sudah mengajukan anggaran rumah bersubsidi dan kenaikan hingga 7 persen. Namun, realisasinya masih menunggu kebijakan dari Kementerian Keuangan.
"Kenapa agak lambat karena kan dari [kementerian] keuangan harus menghitung lagi dampak dari kenaikan harga BBM, jangan sekali dikeluarin angkanya langsung tidak valid lagi langsung absolut karena dampak kenaikan BBM. Itu kan bukan hanya solar yang naik seluruh material konstruksi naik, jadi pasti itu terdampak," kata Endra saat ditemui di Media Centre Kementerian PUPR.