Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu untuk menggulirkan kembali insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti yang berakhir pada September 2022.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit berpendapat bahwa insentif PPN DTP dapat menjadi sebuah stimulus terhadap penjualan properti yang sampai dengan saat ini masih tertekan.
Dia menyebut insentif PPN DTP dapat mengkompensasi penurunan tingkat penjualan rumah, yang salah satunya disebabkan kenaikan inflasi dan tingkat suku bunga BI7DRR pada baru-baru ini terjadi dan juga kemungkinan terjadi pada tahun depan.
"Ya betul perlu diperpanjang [PPN DTP]," kata Panangian kepada Bisnis, Minggu (9/10/2022).
Panangian menjelaskan kendati insentif tersebut tidak terlalu berdampak besar terhadap daya beli masyarakat karena kebijakan itu hanya diperlakukan untuk rumah-rumah yang siap huni yang jumlahnya hanya sekitar 10–15 persen dari total pasar.
Dia menambahkan, selebihnya atau sekitar 85 persen dari total pasar adalah rumah yang dijual oleh penembang dalam bentuk gambar dan belum siap huni.
Kendati demikian, insentif itu telah berdampak positif untuk mendongkrak penjualan properti karena pengembang bisa membangun lebih banyak rumah yang siap huni untuk siap dijual ke pasar.
"Insentif pajak ini bukan hanya menarik bagi end user tetapi juga menguntungkan para investor," jelasnya.
Sebelumnya, pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) berharap pemerintah kembali memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.
Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Djumali meyakini kabar perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan akan diikuti dengan perpanjangan insentif PPN DTP pembelian rumah. Adapun, insentif PPN DTP telah berakhir September 2022.
"Restrukturisasi kredit perbankan yang tadinya habis sampai maret 2023, itu kan mau diperpanjang sama OJK, nah seharusnya PPN DTP bisa mengikuti, bisa diperpanjang," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) Junaidi Abdillah mempertanyakan dukungan pemerintah untuk mempertahankan bisnis properti di tengah tekanan ekonomi saat ini.
"Intinya kalau bisnis properti ini memang mau dipertahankan, apalagi kondisi saat ini kurang baik, stimulus pemerintah ini masih perlu kita butuhkan. Sebaiknya jangan menunggu berakhir, justru menjelang berakhir itu ada kelanjutannya," kata Junaidi saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/10/2022).
Selama ini, besaran diskon PPN DTP yang berlaku yaitu 50 persen atas penjualan rumah maksimal Rp2 miliar, dan 25 persen untuk penjualan di atas Rp2 miliar-Rp5 miliar telah mendorong performa positif untuk penjualan rumah.
Senada, Wakil Ketua Umum Persaturan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Gani berharap insentif PPN DTP kembali diberlakukan oleh pemerintah.
Dia menyebut, 10 pengembang properti terbesar sedang berada di puncak kejayaan karena pada dasarnya diskon tersebut menyasar ke landed house atau rumah tapak maupun apartemen.
"Dengan PPN DTP yang belum diperpanjang, apapun alasannya pemerintah, pasti terpengaruh penjualan. Jadi saya pikir ini akan memperngaruhi pertumbuhan penjualan rumah atau apartemen komersial," kata Hari.
Dia juga meyakini penjualan terkoreksi meski tidak dapat dipastikan berapa besar penurunan ke depannya. Pasalnya, pengembang pun selama ini cukup beragam dalam menerapkan harga jual selama PPN DTP berlangsung.
Beberapa pengembang disebutkan ada yang tidak menaikkan harga dengan tambahan PPN DTP, sehingga harganya berkurang 50 persen. Sementara itu, ada yang menaikkan harga karena belum menaikkan harga sejak lama.
"Yang pasti, dengan situasi ini, pengembang akan mengoreksi dan akan menahan menaikkan harga karena daya beli menurun. Di tengah kondisi ekonomi seperti ini, orang juga pasti mikir-mikir beli properti," ungkapnya.