Bisnis.com, JAKARTA - International Advocacy Caucus (IAC), kelompok yang terdiri dari sekitar 30 CEO global terkemuka dan pemimpin federasi bisnis dari negara-negara G20 yang menjadi penasihat Presidensi B20, kembali menggelar forum diskusi daring pada Kamis (15/9/2022) malam. Forum ini merupakan pertemuan ketiga yang dilakukan IAC terkait dengan Presidensi B20 Indonesia.
Pada pertemuan ini, IAC membahas mengenai empat program Legacy krusial yang disiapkan oleh Presidensi B20 Indonesia, yakni Carbon Centre of Excellence, B20 Wiki, One Global Women Empowerment (OGWE), dan Global “One Shot” Campaign. Empat program Legacy B20 Indonesia diharapkan akan bersifat berkelanjutan sebagai sumbangsih Indonesia untuk pemulihan ekonomi dan sosial global yang adil, berkelanjutan dan inklusif.
Forum diskusi yang dipandu oleh Ketua Umum KADIN Indonesia yang juga Host B20 Indonesia, Arsjad Rasjid dan Chair B20 Indonesia, Shinta Kamdani, menghadirkan beberapa pemimpin bisnis dari perusahaan terkemuka di dunia serta pakar dari lembaga dunia, di antaranya Jon Moore, CEO of BloombergNEF; Sanjiv Bajaj, President of CII; Tony Blair, Founder & Executive Chairman of Tony Blair Institute of Global Change; Gautam Kumra, Chairman of McKinsey & Company in Asia; Erol Kiresepi, President of IOE; dan Daniel Funes de Roja, President of UIA.
Komitmen dan Kolaborasi Kunci Keberhasilan Program Legacy B20 Indonesia
Host of B20 Indonesia, Arsjad Rasjid menegaskan bahwa program Legacy ini penting untuk pemulihan yang inovatif, inklusif dan kolaboratif di seluruh negara G20. Arsjad mengatakan, dukungan IAC terkait program Legacy sangat penting untuk memastikan keberlanjutan program ini setelah Presidensi B20 Indonesia.
“Ada dua faktor kunci keberhasilan untuk mencapai hal ini. Pertama, diperlukannya program owner untuk memimpin implementasi program Legacy ini setelah presidensi B20 Indonesia berakhir. Kedua, penting untuk menjalin kemitraan dengan mitra-mitra di luar Indonesia untuk menggabungkan berbagai pandangan, gagasan dan best practice dari para pemimpin industri terkemuka serta mendorong implementasi di negara- negara G20,” jelas Arsjad.
Senada dengan Arsjad, Shinta Kamdani–Chair of B20 Indonesia—menyoroti keberhasilan Task Force dan Action Council B20 Indonesia yang menghasilkan tiga terobosan utama dalam penyusunan rekomendasi kebijakan dalam presidensi tahun ini. Selaras dengan keberhasilan tersebut, Shinta juga berharap kepada anggota IAC untuk mendukung program Legacy B20 Indonesia agar tetap berkelanjutan di luar presidensi tahun ini dengan cara berkontribusi menjadi champion, knowledge partner, atau menjadi advocate terhadap program Legacy B20 Indonesia kepada komunitas bisnis global.
Diskusi dibuka dengan pembahasan mengenai program Legacy Carbon Centre of Excellence, yaitu platform untuk membantu industri dalam menavigasi isu perdagangan karbon melalui pusat pengetahuan dan pusat berbagi praktik terbaik. Jon Moore, CEO of BloombergNEF, mengatakan pasar karbon dunia, terutama untuk voluntary carbon market walau masih kecil, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang pesat karena kebutuhan mendesak dalam mitigasi perubahan iklim. Jon juga melihat bahwa pasar karbon akan saling berhubungan secara global dan ini menjadi salah satu faktor utama mengapa Carbon Centre of Excellence sangat dibutuhkan.
“Carbon Centre of Excellence sangat penting karena dibutuhkannya pengetahuan mendasar, menengah dan krusial yang perlu dibagikan seperti misalnya pelatihan umum terkait seputar harga, mekanisme perdagangan, stabilitas pasar, tarif impor, metode kontrak, pembatasan ekspor dan banyak hal. Hal ini membutuhkan ahli yang berpengetahuan tentang praktik terbaik perdagangan karbon. Kami berharap ini jadi program Legacy yang berkelanjutan dan berharga di masa depan,” jelas Jon.
Selain itu, Gautam Kumra, Chairman of McKinsey & Company in Asia, juga menambahkan bahwa pada tahun 2030, demand voluntary carbon market diestimasikan akan mencapai sekitar 6 kali volume di 2021. Gautam menyoroti potensi Indonesia untuk memenuhi sekitar 15% dari total demand voluntary carbon market melalui pengembangan solusi berbasis alam (nature-based solution). Program Legacy Carbon Centre of Excellence dapat menjadi salah satu kunci utama untuk merealisasikan potensi ini mengingat pentingnya pemahaman terkait peraturan dan tren pasar karbon untuk mendorong partisipasi pelaku pasar dalam voluntary carbon market.
Diskusi dilanjutkan dengan pembahasan program Legacy lainnya yaitu B20 Wiki—platform untuk memperbesar skala UMKM sehingga bisa menjadi bagian dari rantai pasok global. B20 Wiki memiliki tiga fitur utama: Wiki Learn (platform pengetahuan dan informasi daring, Wiki DO (platform untuk meningkatkan adopsi UMKM dalam digitalisasi dan teknologi), serta Wiki Scale (portal untuk menghubungkan bisnis dengan bisnis lainnya). Melalui tiga fitur utama ini, B20 Wiki bertujuan untuk menjawab tantangan utama peningkatan skala UMKM: kemampuan ekspor yang terbatas didorong oleh kurangnya produktivitas, jaringan pedagang dan konsumen yang kurang berkembang, serta ketidakmampuan untuk menangkap peluang digitalisasi.
Diskusi terkait B20 Wiki dibuka oleh Sanjiv Bajaj, President of Confederation of Indian Industry, yang menekankan pentingnya adopsi digital bagi UMKM serta potensi peran B20 Wiki untuk mendorong dan mengisi kesenjangan keterampilan digital agar UMKM dapat meningkatkan kapasitas dan menciptakan pertumbuhan pendapatan. Sanjiv percaya bahwa pertumbuhan inklusif yang didorong oleh UMKM dapat menciptakan potensi lapangan pekerjaan yang sangat signifikan. Selain itu, Daniel Funes de Roja, President of UIA mendorong asosiasi pengusaha dan perusahaan besar untuk membantu UMKM mengembangkan bisnisnya dengan membangun ekosistem seperti B20 Wiki.
Program Legacy selanjutnya bertujuan untuk meningkatkan inklusivitas gender dalam bisnis, mengingat kemajuan kesetaraan gender berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi global sebesar USD 14 triliun pada tahun 2030. Untuk itu, B20 Indonesia melalui program Legacy One Global Women Empowerment mendukung peran perempuan dalam sektor bisnis melalui pemberdayaan, peningkatan kapabilitas digital dan kebijakan yang berpihak pada lingkungan kerja yang aman dan setara.
Erol Kiresepi, President of International Organization of Employers (IOE) menyoroti pentingnya program Legacy ini terutama mengingat dampak besar pandemi bagi perempuan, contohnya penurunan dalam partisipasi dalam dunia kerja. Menurut Erol, sampai saat ini, kesenjangan partisipasi angkatan kerja diantara gender masih besar di hampir 100 negara.
“Platform OGWE dapat membantu pemberdayaan perempuan, terutama dalam dunia pekerjaan. Namun, tentunya perlu dipastikan adanya kesinambungan antara B20-G20 terkait implementasi platform ini dengan memperkuat kolaborasi di tingkat nasional dan pemberdayaan aktor lokal. Terkait aksi kolektif ini, kami dari IOE sangat bangga dapat menjadi sekretariat dari platform OGWE dan kami akan mendorong implementasinya tidak hanya antara komunitas bisnis global, tetapi juga di tingkat internasional dan regional,” jelas Erol.
Program Legacy terakhir yang menjadi pembahasan anggota IAC adalah Global “One Shot” Campaign yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi vaksin di negara-negara Global South.
Tony Blair, Founder & Executive Chairman of Tony Blair Institute of Global Change mengatakan bahwa pandemi telah mengakselerasi ketersediaan dan perkembangan vaksin baru, termasuk untuk penyakit tidak menular. Perlu dipastikan bahwa vaksin-vaksi baru tersebut juga akan tersedia untuk negara-negara berpendapatan lebih rendah untuk memastikan kesetaraan akses dalam bidang kesehatan.
“Pertanyaan yang harus dijawab sekarang adalah bagaimana kita belajar dari pandemi Covid-19 untuk memastikan vaksin baru ini, seperti vaksin demam berdarah, malaria, HIV AIDS, tuberculosis, dapat diproduksi, didistribusikan, dan diabsorbsi dengan baik oleh semua pemerintah” jelas Tony.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, program Legacy Global “One Shot” Campaign dirancang untuk mendorong kemitraan antara pemerintah, industri, dan organisasi internasional. Kemitraan tersebut bertujuan untuk meningkatkan komitmen dunia dalam mengembangkan arsitektur kesehatan global termasuk distribusi vaksin yang memadai.