Bisnis.com, JAKARTA - Energi efisiensi dapat dilakukan pada sektor-sektor yang membutuhkan energi yang cukup besar dan masif, di antaranya adalah Alat Penerangan Jalan (APJ) yang tersedia di setiap jalan nasional, provinsi, serta kabupaten/kota.
Menurut Badan Pusat Statistik (2021), panjang jalan di Indonesia tidak termasuk jalan tol adalah 537.837 km yang terdiri atas 47.017 km jalan nasional, 55.146 km jalan provinsi, dan 435.404 km jalan kabupaten/kota. Jika menggunakan data tersebut, maka bisa kita dibayangkan besarnya energi listrik yang dibutuhkan untuk operasional APJ.
APJ merupakan suatu kebutuhan dasar yang penting bagi masyarakat dan berfungsi untuk memberikan keselamatan, keamanan, ketertiban, serta kenyamanan bagi pengguna jalan. Banyak kecelakaan dan kejahatan yang terjadi karena tidak tersedianya infrastruktur APJ yang memadai.
Selain itu, kondisi yang terang dapat membantu tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat, seperti pasar yang dapat dibuka lebih awal dan dapat membantu terbukanya pusat-pusat industri yang baru.
Pembiayaan dan konsistensi kualitas infrastruktur menjadi poin penting dari pengelolaan APJ di Indonesia. Seringkali kita lihat, secara infrastruktur APJ tersedia, namun secara fungsi belum optimal. Di sisi lain, untuk memberikan pelayanan APJ yang optimal diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Oleh sebab itu, penyelenggara APJ perlu menyiapkan terobosan yang mampu menjawab tantangan dari segi pembiayaan dan konsistensi kualitas APJ.
Baca Juga
Salah satu terobosan yang dapat dilakukan oleh penyelenggara APJ adalah menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk pembangunan dan pengembangan APJ. KPBU sendiri di Indonesia sudah diimplementasikan pada lebih 30 infrastruktur.
Merujuk pada Public Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia 2022, terdapat 47 proyek KPBU dalam kategori ready to offer projects dan under preparation projects dengan total nilai investasi US$22.579 juta. Di antara 47 daftar KPBU tersebut, terdapat dua KPBU APJ, yaitu KPBU APJ di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Lombok Barat.
KPBU APJ harus menimbulkan daya tarik setidaknya bagi tiga pihak, yaitu pemerintah, investor, dan lembaga pembiayaan. Tiga hal yang dapat menjadikan KPBU APJ menarik untuk digunakan, adalah:
Pertama, biaya investasi pada skema KPBU sepenuhnya menjadi alokasi risiko dari Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang merupakan mitra terpilih dari pemerintah, sehingga pemerintah tidak perlu menyiapkan anggaran APBN/APBD untuk biaya investasi sebelum APJ beroperasi.
Kedua, skema KPBU berfokus pada kualitas layanan dari infrastruktur yang dikerjasamakan, sehingga Standar Pelayanan Minimal (SPM) terjabarkan di dalam perjanjian KPBU. Pada KPBU APJ, penyelenggara APJ dapat menggunakan rujukan SPM berdasarkan Permenhub No. 27/2018 dan SNI 7391:2008 tentang Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan. Jika kedua rujukan tersebut dapat digunakan pada SPM, maka dipastikan APJ yang ada di suatu daerah akan terang secara stabil sesuai standar.
Ketiga, KPBU APJ dapat membawa manfaat berupa efisiensi dari penyelenggaraan APJ. Efisiensi setidaknya didapat dari dua hal, yaitu efisiensi dari penggunaan lampu yang lebih hemat energi dan efisiensi dari pendataan energi listrik untuk APJ yang lebih baik.
Peluang kolaborasi di sektor energi efisiensi pada infrastruktur APJ masih terbuka lebar, khususnya melalui skema KPBU. Berdasarkan Public Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia 2022, baru 2 kabupaten/kota yang didesain dengan menggunakan skema KPBU untuk pengelolaan APJ. Dengan demikian, baru sekitar 0,39% dari 514 kabupaten/kota yang akan menggunakan skema KPBU, sehingga masih terbuka lebar kolaborasi antara pemerintah dan investor untuk KPBU APJ.
Investor dapat berkolaborasi dalam kerangka KPBU melalui skema unsolicited, di mana investor berperan sebagai pemrakarsa yang menyiapkan studi kelayakan dan dokumen lainnya sesuai regulasi KPBU atau mengikuti proses transaksi KPBU dalam skema solicited, di mana pemerintah yang berperan sebagai pemrakarsa atau inisiator proyek.
Bagi pemerintah daerah, peluang berkolaborasi melalui KPBU APJ meningkatkan nilai tambah dari anggaran yang dikeluarkan. Jika sebelumnya anggaran digunakan untuk membayar listrik dapat diubah menjadi titik lampu yang diperoleh dari hasil energi efisiensi di KPBU APJ.
Dengan menggunakan dua optik daya Tarik dan peluang KPBU APJ, kolaborasi antara pemerintah dan badan usaha sangat terbuka lebar dan memberikan dampak yang positif bagi pemerintah, masyarakat dan investor. Selain itu, pengurangan jumlah energi listrik yang digunakan untuk APJ dapat menjadi input dalam upaya Pemerintah Indonesia memenuhi komitmen dalam Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change.