Bisnis.com, JAKARTA – Korporasi asal Amerika Serikat diperkirakan memacu aksi merger dan akuisisi terhadap perusahaan di Eropa. Hal ini didorong oleh rekor pelemahan poundsterling dan euro yang membuat valuasi perusahaan di benua biru tersebut menarik.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (28/9/2022), kepala perusahaan dan grup M&A di firma hukum CMS Louise Wallace mengatakan mengingat adanya lonjakan dolar AS dalam enam bulan terakhir, akan ada banyak korporasi AS yang mengincar akuisisi aset di Eropa.
"Mata uang hanyalah salah satu dari banyak faktor, daya beli dolar membuat target Eropa dan Inggris khususnya, terlihat sangat menarik." jelas Louise.
Berdasarkan data Bloomberg, poundsterling turun 0,55 persen ke US$1,0674 pada pukul 16.37 WIB, level terendah sepanjang pekan ini sekaligus membawa lebih dekat ke level setara dengan dolar AS.
Sementara itu, euro jatuh 0,45 persen ke US$0,955, level terlemahnya dalam dua dekade terhadap greenback.
Lebih lanjut, terjunnya bursa saham Inggris juga membuat target akuisisi dan merger potensial lebih murah dan bisa menarik investor asing.
Baca Juga
Indeks FTSE 350 telah kehilangan kapitalisasi pasar lebih dari US$300 miliar sejak 5 September. Bahkan, pelemhan poundsterling dan obligasi Inggris diperparah minggu ini oleh kebijakan pemotongan pajak dan pinjaman ekstra dari pemerintahan Perdana Menteri Liz Truss.
Banyhak penasihat merger dan akuisisi membutuhkan kabar baik, mengingat perlambatan global dalam kesepakatan yang dipicu oleh risiko resesi, kenaikan suku bunga, pengetatan kredit, dan krisis energi dan biaya hidup.
Dengan transaksi senilai lebih dari $666 miliar antara Juli dan September, volume merger dan akuisisi berada di jalur kuartal terburuk sejak awal 2020 ketika Covid-19 menghentikan aksi korporasi.
Co-head M&A global di Goldman Sachs Group Inc Stephan Feldgoise mengungkapkan aktivitas merger dan akuisisi lintas batas lebih rendah dari biasanya, tetapi alasan yang lebih besar untuk penurunan transaksi internasional ini adalah Covid.
"Aktivitas belum pulih sejak perlambatan itu (Covid19). Pergeseran mata uang baru-baru ini sebenarnya dapat membantu kita naik, mengingat posisi dolar yang kuat, tetapi belum memainkan peran besar dalam meningkatkan transaksi internasional." jelas Feldgoise.
Selain itu, diperlukan waktu sekitar enam bulan sebelum pergerakan mata uang memengaruhi volume aksi korporasi ini. Aksi korporasi AS atas perusahaan di Eropa telah turun sekitar 30 persen menjadi US$230 miliar sepanjang tahun ini, dipimpin oleh perlambatan di Prancis, Jerman, dan Inggris.