Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengeklaim Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2018 mengenai Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Produksi Pekebun sudah mempertimbangkan posisi petani mitra maupun perusahaan.
Wakil Ketua Umum Gapki Bidang Kebijakan Publik Susanto mengatakan dalam beleid tersebut rumusan perhitungan penetapan harga TBS sudah sangat adil dan rigid. Alhasil, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan adanya kepastian usaha jangka panjang.
"Gapki berpandangan bahwa Permentan 01/2018 sudah berjalan baik dan sesuai dengan semangat mendukung adanya kemitraan strategis antara perusahaan dan petani mitranya," ujar dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9/2022).
Dikatakan Susanto, dampak positif Permentan 01/2018 yaitu dengan adanya kerja sama kemitraan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan petani mitranya. Sejauh ini, kata dia, penetapan harga TBS telah berjalan baik tanpa adanya konflik yang merugikan para pihak. Begitupula peran pemerintah daerah diharapkan ikut terlibat aktif sebagai pengayom dan mengawasi penerapan permentan ini.
"Dengan adanya Permentan 01/2018 ini, tata niaga sawit terutama dalam konteks kemitraan menjadi sangat kondusif dan saling menguntungkan," jelasnya.
Susanto menambahkan Permentan 01/2018 juga telah mengatur kualitas buah yang dikirimkan kepada pabrik sawit mulai dari jenis buah yang harus Tenera hingga waktu pengiriman maksimal 24 jam setelah panen diterima di pabrik sawit.
“Ini berarti akan memberikan kepastian atas kualitas buah yang diterima juga kepastian pasokan," tambahnya.
Kendati demikian, kata dia, ada kelemahan Permentan 01/2018 tetap perlu diperbaiki atau disempurnakan. Susanto menjelaskan bahwa kelemahan dari Permentan ini yaitu tidak adanya sanksi karena permentan ini merupakan pedoman bukan aturan hukum.
Selain itu, kata Susanto, kelemahan lain permentan ini adalah belum mengatur keberadaan pabrik tanpa kebun yang sangat merusak tata niaga TBS antara perusahaan dan petani mitranya.
Itu sebabnya, menurut Susanto, perlu ada penguatan regulasi ini terkait peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan penetapan harga TBS, karena banyak tafsir di daerah yang tidak sesuai dengan semangat dari isi Permentan Nomor 01/2018, sehingga perlu adanya Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksana yang rinci yang penerapannya telah disepakati para pihak.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menilai selama ini penetapan harga TBS kelapa sawit yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 1/2018 tidak adil. Sebab, kata dia, harga tandan buah segar yang diatur hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan.
“Padahal jumlah petani yang bermitra dengan perusahaan hanya 7 persen. Sedangkan 93 persen lainnya merupakan petani sawit swadaya,” ungkap Gulat dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (20/9/2022).