Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat mengeluhkan adanya kelompok miskin yang tidak memperoleh bantuan langsung tunai ketika harga bahan bakar minyak atau BBM naik atau BLT BBM, yakni orang-orang rentan yang menjadi miskin akibat naiknya harga berbagai kebutuhan.
Analis data dari Continuum Data Indonesia Natasha Yulian menjelaskan bahwa pihaknya memperoleh temuan itu berdasarkan analisis percakapan di media sosial Twitter dalam rentang 9 Agustus—11 September 2022, ketika momentum kenaikan harga BBM. Terdapat 891.000 pembicaraan mengenai kenaikan harga BBM dari 424.000 akun—dengan mengecualikan cuitan media dan buzzer.
Menurut Natasha, 88,9 persen warganet menunjukkan sentimen negatif terhadap pemberian BLT akibat kenaikan harga BBM. Hal itu sejalan dengan temuan bahwa 87 persen warganet menilai penyaluran BLT tidak menyelesaikan masalah akibat kenaikan harga BBM.
Terdapat sejumlah alasan yang mendasari ketidakpuasan masyarakat, seperti BLT yang bersifat sesaat atau hanya dalam empat bulan, sementara dampak kenaikan harga BBM akan terus terjadi. Lalu, nilai BLT Rp600.000 untuk empat bulan tidak sebanding dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan, yang langsung terasa beberapa hari setelah harga BBM naik.
Natasha pun mengungkapkan bahwa dari percakapan warganet, terdapat banyak keluhan masyarakat yang tidak bisa menerima BLT. Padahal, berdasarkan analisis perbincangan, terdapat masyarakat yang turun ke kelompok miskin akibat kenaikan harga berbagai kebutuhan.
"Maksud tidak semua orang miskin dapat BLT adalah orang-orang yang tadinya berada di posisi menengah, di batas menengah ke bawah, terancam menjadi orang miskin akibat kenaikan harga BBM ini. Namun, mereka tidak mendapatkan BLT karena sebelumnya terdaftar sebagai orang bukan miskin," ujar Natasha dalam diskusi daring bertajuk BBM Naik, Apa Dampaknya terhadap Komoditas Lain yang digelar Indef, Kamis (15/9/2022).
Meskipun begitu, 11,1 persen perbincangan menunjukkan sentimen positif terhadap penyaluran BLT. Sekelompok orang menilai bahwa BLT merupakan pilihan tepat agar subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Secara umum, 92,3 persen warganet memberikan respons negatif atas kenaikan harga BBM, karena perekonomian masyarakat belum pulih dari pandemi Covid-19 tetapi sudah menerima beban baru. Meskipun begitu, terdapat 7,7 persen warganet yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
"Kalau ada peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga, sedangkan [kondisi kenaikan harga BBM saat] ini belum bangun sudah tertimpa tangga," ujar Natasha.