Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Jepang tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal II/2022. Ini menandakan kembalinya kekuatan yang hilang akibat pandemi Covid-19 dan ketahanan terhadap risiko resesi global.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (8/9/2022), produk domestik bruto (PDB) Jepang tumbuh 3,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II dari periode sebelumnya, berdasarkan angka revisi dari Kantor Kabinet.
Angka PDB ini lebih tinggi dari proyeksi ekonom yang memperkirakan PDB tumbuh 2,9 persen, sekaligus naik dari pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya yang mencapai 2,2 persen yoy.
Investasi modal yang lebih tinggi adalah alasan utama kenaikan laju PDB, yang menunjukkan kepercayaan bisnis yang lebih kuat dari perkiraan pada kuartal kedua. Faktor lain, termasuk konsumsi swasta dan ekspor neto, juga berkontribusi terhadap ekspansi yang lebih besar.
Angka-angka terbaru mengonfirmasi bahwa ekonomi Jepang kembali ke level pra-pandemi dan berada pada pijakan yang lebih kuat daripada perkiraan awal. Laju pemulihan meningkat ketika Jepang keluar dari gelombang musim dingin virus sehingga mendorong kenaikan belanja konsumen, dengan investasi modal naik 2 persen setelah Kementerian Keuangan melaporkan pendapatan yang lebih kuat pekan lalu.
Namun, laju pertumbuhan diperkirakan akan melambat pada kuartal III/2022 karena kenaikan harga. Sementara itu, rekor gelombang Covid-19 dan hambatan rantai pasokan diperkirakan memperlambat produksi serta pengeluaran konsumen dan rumah tangga. Kenaikan harga energi dan harga makanan impor didorong oleh yen yang mencapai posisi terendah 24 tahun terhadap dolar AS.
Baca Juga
Ekonomi global juga lebih pesimistis dan berisiko memperlambat pertumbuhan karena bank sentral berusaha menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi. Sejauh ini Bank of Japan (BOJ) bukan salah satunya.
“Peningkatan investasi modal menyebabkan revisi naik,” kata ekonom Yuichi Kodama dari Meiji Yasuda Research Institute, dikutip dari Bloomberg pada Kamis (8/9/2022).
Namun, Kodama menduga bahwa rebound konsumsi telah terhenti dan inflasi secara bertahap membebani konsumen.
“Investasi modal yang kuat kemungkinan akan memimpin pemulihan dari sini, tetapi jika ekonomi AS melambat, Jepang juga akan terpukul,” tambahnya.
Di sisi lain, intelijen Bloomberg Yuki Masujima mengatakan biaya impor yang lebih tinggi juga
Gelombang Covid-19 baru-baru ini diperkirakan memberikan dampak yang jauh lebih kecil terhadap perekonomian daripada lonjakan sebelumnya. Pemerintah Jepang telah melakukan langkah strategis untuk membebaskan ekonomi dari pembatasan mobilitas. Meskipun jumlah infeksi baru mencapai lebih dari 200.000 per hari di musim panas, tetapi jumlah kasus serius dan kematian relatif terbatas dibandingkan dengan jumlah orang yang terinfeksi.
Namun, tekanan akibat inflasi terhadap anggaran rumah tangga terus bertambah. Untuk membantu warganya, Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida akan mengumumkan serangkaian kebijakan pengurangan harga pada Jumat (9/9/2022).
Sebagai bagian dari paket tersebut, media lokal melaporkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membagikan 50.000 yen atau Rp5,1 juta (kurs Rp103) kepada rumah tangga berpenghasilan rendah.
Inflasi tetap menjadi fenomena global, dipicu oleh perang di Ukraina serta gangguan pandemi terhadap permintaan dan pasokan. Eksportir Jepang mungkin juga menderita karena mitra dagang utamanya, seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa, berusaha untuk mengekang pertumbuhan guna membatasi kenaikan harga yang tajam. Indikator utama untuk bulan Juli menunjukkan gambaran yang beragam dengan peningkatan produksi dan konsumsi pendinginan.
Di sisi lain, pelemahan yen akan membantu perusahaan Jepang meningkatkan penghasilan ekspor, namun pekerja mereka akan mendapatkan bagian keuntungan yang lebih kecil. Tabungan perusahaan adalah salah satu alasan pertumbuhan upah tidak mengikuti inflasi meskipun stimulus pemerintah terus berlanjut.