Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai perlu adanya konsistensi kebijakan berbasis kebutuhan dan penciptaan pasar melalui skema insentif dan disinsentif dalam jangka panjang agar hilirisasi dapat terjadi di Indonesia.
Meski demikian, dia menekankan bahwa hilirisasi itu perlu dijalankan tanpa harus mengorbankan industri hulu, konsumen dan para petani.
“Jangan sampai melakukan hilirisasi dengan melarang ekspor daripada produk-produk hulu yang dihasilkan. Jadi hilirisasi itu bisa berkesinambungan dan berkelanjutan kalau hulunya juga berkembang, karena itu merupakan jaminan suplai produk hilir,” kata Fadhil dalam Webinar Promosi Hilirisasi SDA yang digelar Bisnis Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Sebagaimana diketahui, pemerintah beberapa waktu lalu melakukan restriksi ekspor CPO. Dia menilai, ini bukanlah instrumen yang tepat untuk mendorong hilirisasi.
“Saya kira basisnya insentif dan disinsentif tetapi bukan pada larangan-larangan seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu pada kasus minyak goreng ataupun berbagai komoditi lainnya,” ujarnya.
Langkah lainnya agar hilirisasi bisa terlaksana di Indonesia adalah dengan mempercepat pembangunan infrastruktur, logistik, pelabuhan dan lainnya, serta sumber daya manusia yang memadai.
Baca Juga
Di samping itu, dia menilai bahwa hilirisasi juga membutuhkan dukungan dari sisi perbankan dan keuangan, misalnya dengan lebih mempermudah kredit untuk melakukan hilirisasi.
Terakhir adalah bagaimana Indonesia mampu menciptakan permintaan dalam negeri yang cukup besar untuk mencapai skala keekonomian.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim dalam 8 tahun terakhir , Indonesia telah mentransformasi ekonomi menjadi lebih efisien, lebih maju, dan tidak terlalu bergantung pada komoditas melalui hilirisasi industri.
Luhut juga mengatakan ekonomi Indonesia dapat selangkah lagi menuju menjadi negara maju. Dalam satu dekade ke depan, PDB Indonesia dapat meningkat hingga US$3,0 triliun dengan pendapatan per kapita di kisaran US$10.000. Luhut menilai hal tersebut dikarenakan Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditas mentah, dengan adanya hilirisasi industri yang juga harus memperhatikan aspek lingkungan.
Indonesia mendapat transfer teknologi, added value, penciptaan lapangan kerja untuk tenaga kerja lokal, hal ini juga membuat pemerataan ekonomi khususnya di daerah luar Jawa , seperti IMIP, IWIP, Kaltara, hilirisasi EV Battery Supply Chain.
"Melalui hilirisasi industri, pembangunan menjadi lebih merata dan mendorong industrialisasi di wilayah timur Indonesia," jelasnya.