Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Minta Burden Sharing Pemerintah dan BI Dihentikan, Ini Alasannya

Terlepas dari perkiraan situasi global tahun depan, skema burden sharing perlu dihentikan sesuai dengan komitmen pemerintah dan BI.
Layar menampilkan Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto memberikan paparan saat diskusi panel sesi 2 saat Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022 yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Layar menampilkan Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto memberikan paparan saat diskusi panel sesi 2 saat Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022 yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Skema burden sharing atau berbagi beban antara pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) dalam rangka memenuhi pembiayaan penanganan Covid-19 dinilai penting untuk dihentikan, seiring dengan perekonomian yang mulai pulih.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan bahwa situasi perekonomian pada 2023 masih diliputi ketidakpastian yang tinggi di tengah masih berlangsungnya ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.

Perang kedua negara tersebut diperkirakan masih mempengaruhi dinamika perekonomian global tahun depan, yang salah satu dampaknya adalah pada pengetatan kebijakan moneter bank sentral di negara maju.

Di sisi lain, pengetatan moneter di negara maju, terutama di Amerika Serikat (AS) akan mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara lainnya, sehingga akan mempengaruhi aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun demikian, terlepas dari perkiraan situasi global tahun depan, Eko menilai skema burden sharing perlu dihentikan sesuai dengan komitmen pemerintah dan BI.

“Aspek menghentikan burden sharing ini bagian dari komitmen bersama dan untuk menjaga kredibilitas pasar ke depan, supaya pelaku pasar, yang kita harapkan domestik diperbesar, asing juga kembali masuk meramaikan pasar kita. Dari situ diharapkan yield bisa ditekan sehingga bisa lebih efisien untuk pembangunan ke depan,” katanya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia: Normalisasi Kebijakan Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia, Rabu (7/9/2022).

Eko mengatakan, dengan target defisit APBN yang akan dikembalikan ke bawah level 3 persen pada tahun depan, pemerintah perlu menerapkan strategi pembiayaan yang berbeda dari 3 tahun ini saat ekonomi masih berada dalam situasi pandemi.  

“Menurut saya [burden sharing] sudah cukup. Ke depan pergerakan dari SBN atau bentuk instrumen investasi atau utang tadi ttp didorong melalui pasar. Jadi intervensi BI memang seharusnya di pasar sekunder,” jelasnya.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa burden sharing BI dan pemerintah yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) akan berakhir tahun ini.

“Kita dengan BI sudah jelas, SKB berakhir tahun ini,”  katanya.

Untuk tahun depan pun, Febrio mengatakan bahwa Kemenkeu dan BI belum ada rencana untuk menerbitkan SKB lainnya, mengacu pada komitmen BI dan pemerintah bahwa tahun ini adalah tahun terakhir untuk penerapan burden sharing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper