Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Bank Mandiri Jelaskan Dampak Naiknya Pertalite, Solar, dan Pertamax

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Faisal Rachman mengungkapkan tiga poin penting atau dampak naiknya harga Pertalite, Solar, dan Pertamax.
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Faisal Rachman mengungkapkan tiga poin penting atau dampak naiknya harga Pertalite, Solar, dan Pertamax terhadap Outlook Ekonomi 2022.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah memutuskan untuk melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax dimana kebijakan ini mulai berlaku sejak Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB.

Adapun harga Pertalite naik menjadi Rp10.000 per liter, dari harga sebelumnya Rp7.650 per liter. Lalu, Solar subsidi naik menjadi Rp6.800 per liter dari Rp5.150 per liter.

Kemudian, harga Pertamax non subsidi naik menjadi Rp14.500 per liter dari Rp12.500 per liter.

Kebijakan tersebut dilakukan akibat subsidi energi yang membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun atau meningkat Rp349,9 triliun dari anggaran awal sebesar Rp152,1 triliun guna menahan lonjakan energi di masyarakat.

Faisal mengungkapkan, adanya penyesuaian harga BBM tentu saja akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi dan suku bunga acuan.

Berikut poin penting yang disampaikan Faisal.

1. Diprediksi pangkas pertumbuhan ekonomi hingga 0,33 ppt
Faisal menyampaikan, hingga semester 1/2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen. Ini didukung oleh naiknya mobilitas setelah pelonggaran PPKM, bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah, dan kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan.

"Dengan demikian, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year pada tahun 2022 ini," katanya dalam keterangan resmi, Minggu (4/9/2022).

2. Inflasi diprediksi berada pada kisaran 6,27 persen pada akhir 2022
Naiknya ketiga jenis BBM sudah pasti akan mengerek inflasi. Berdasarkan perhitungan BMRI, kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebesar 16,00 persen tersebut secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt. Sementara itu, kenaikan harga Solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi.

"Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya pula," jelasnya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, BMRI memproyeksikan inflasi pada akhir 2022 bakal berada pada kisaran  6,27 persen, atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal mereka yang sebesar 4,60 persen.

Sementara itu, inflasi inti diperkirakan akan berada pada kisaran 4,35 persen hingga akhir tahun ini.

Faisal juga memberikan catatan. Sebagaimana diketahui, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa  2022 ini sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada tahun 2023, terutama pada semester pertama.

Hal tersebut, lanjut Faisal, disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga.

Oleh sebab itu, BMRI melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 persen hingga 4,00 persen.

3. Bank Indonesia (BI) diprediksi naikkan BI7DRRR sebesar maksimal 100 bps pada sisa 2022
Faisal mengatakan, kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong BI untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI7DRRR sebesar maksimal maksimal 100 bps ke 4,75 persen pada sisa 2022.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi awal BMRI yang sebesar 50  bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi.

Faisal juga melihat, kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I/2022 juga bakal membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal 2023.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper