Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan harga sejumlah jenis bahan bakar minyak (BBM) dinilai menjadi insentif khusus bagi PT Pertamina (Persero) untuk lebih intensif mengembangkan kapasitas dan fleksibilitas kilang domestik menyusul proyeksi harga minyak mentah dunia yang masih menguat hingga akhir tahun ini.
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro menilai harga jual BBM milik Pertamina yang sudah mendekati harga keekonomian akan ikut mengerek naik investasi pada pengerjaan kilang ke depan. Di satu sisi, Pertamina memiliki tugas untuk dapat memproduksi BBM dengan harga kompetitif lewat pemurnian minyak mentah di dalam negeri.
“Kalau harga BBM bagus ke depan otomatis kilangnya harusnya nambah ya, itu jadi insentif bagi teman-teman pengembang kilang,” kata Komaidi saat dihubungi, Minggu (4/9/2022).
Sebagai perusahaan holding, pengurangan beban di sisi hilir bisnis akan ikut mengerek alokasi investasi dan kinerja pada sisi midstream dan hulu. Menurut Komaidi, kecenderungan itu belakangan terlihat dari belanja modal atau capital expenditure (capex) yang dialokasikan Pertamina untuk Blok Rokan dan Mahakam yang relatif besar pada tahun ini.
Kecenderungan serupa, kata dia, akan diikuti capex yang agresif untuk pengembangan kapasitas dan fleksibilitas produksi milik Pertamina. Misalkan, Pertamina belakangan mengejar pengerjaan Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan yang rencananya rampung tahun 2023 mendatang. Kilang itu ditargetkan mampu memproduksi BBM setara Euro V.
“Dampaknya pasti akan panjang ke sana, kalau jual BBM-nya mendekati bisnis harusnya juga dapat memberikan perubahan di nilai tambah proyek kilangnya jadi lebih ekonomis,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diketahui, pemerintah tetap menaikkan harga sejumlah jenis bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertalite, Solar, hingga Pertamax kendati harga minyak mentah dunia belakangan terkontraksi cukup dalam dari level US$100 per barel.
Pemerintah menaikkan harga Pertalite dari posisi awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diikuti Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Adapun pemerintah turut mengerek harga Pertamax nonsubsidi dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.
Sebelumnya, Pertamina telah melaksanakan 4 program RDMP untuk Kilang Cilacap, Balongan, Dumai dan Balikpapan. Selain itu dua grass root (New Grass Root Refinery/NGRR) yaitu Kilang Bontang dan Tuban.
"RDMP dan GR masih jalan terus karena 40% kebutuhan BBM masih impor karena itu kita perlu menaikkan kapasitas kilang yang ada dari hari ini 1 juta barel per hari menjadi 1,4 juta barel per hari karena kita proyeksikan itu cukup untuk kebutuhan nasional," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, di kawasan Nusa Dua, Bali, Rabu (31/8/2022).
Langkah itu diambil untuk dapat meningkatkan produksi kilang milik perusahaan minyak pelat merah tersebut. Selain itu, RDMP juga diarahkan untuk mendorong fleksibilitas kilang untuk dapat memurnikan minyak mentah bersulfur tinggi dengan harga yang relatif murah.
“Untuk meningkatkan fleksibilitas dari kilang agar bisa memproses bukan hanya crude yang mahal tapi juga dapat memproses crude-crude lain yang kadar sulfurnya tinggi yang sourcenya lebih banyak di dunia,” kata dia.
Adapun RDMP Balongan dan peningkatan fleksibilitas Kilang Cilacap sudah rampung dikerjakan Pertamina pada pertengahan tahun ini. Dengan demikian, dua kilang itu sudah dapat memproses minyak mentah dengan kadar sulfur tinggi dengan biaya input lebih kompetitif.
"Untuk Kilang Balongan kita mempunyai dua tujuan, pertama meningkatkan kapasitas dari 125.000 bph menjadi 150.000 bph, jadi sebetulnya mulai bulan Mei tahun ini BBM jenis Pertamax kita produksinya meningkat 25.000 bph atau 9.125.000 barel tambahan per tahun,” kata dia.