Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat tiba-tiba dikejutkan dengan pengumuman Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada akhir pekan, Sabtu (3/9/2022).
Kenaikan harga BBM yang dinilai terlalu mendadak ini menuai protes dari sejumlah pihak hingga menimbulkan panic buying antrean panjang di SPBU Pertamina.
Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo menyatakan, pemerintah seperti tidak peduli pada kegiatan ekonomi rakyat yang bergeliat di setiap akhir pekan. Tiba-tiba semua pengendara harus menyesuaikan diri dengan kenaikan harga BBM yang diberlakukan dalam satu jam sejak kebijakan tersebut diumumkan.
Untuk diketahui, Jokowi dan sejumlah Menteri mengumumkan penyesuaian harga BBM jenis Pertalite, Solar dan Pertamax di Istana pada Sabtu (3/9/2022) pukul 13.30. Menteri ESDM Arifin Tasrif yang mendampingi Jokowi menyatakan bahwa penyesuaian harga BBM berlaku efektif pada hari itu juga pukul 14.30.
"Mengenai waktu kenaikan ini, pemerintah seolah-olah tidak memikirkan kegiatan ekonomi yang sedang berjalan di akhir pekan. Biasanya kenaikan harga BBM dilakukan di pergantian hari untuk mempermudahkan adaptasi dari kenaikan harga. Ini di siang hari mendadak. Bayangkan rakyat kecil seperti supir angkot, supir truk, dan lain-lain yang di tengah perjalanan harus menyesuaikan," kata Sartono dalam keterangannya, Sabtu (3/9/2022).
Politikus fraksi Partai Demokrat itu mempertanyakan, apakah pemerintah sadar bahwa kenaikan harga BBM akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat?
Baca Juga
Dia juga mengingatkan dampak kenaikan harga BBM terhadap kenaikan inflasi dan harga bahan pangan. Kenaikan harga Pertalite dan Solar, lanjut Sartono, akan memengaruhi masyarakat termasuk kelas menengah, karena pasti mulai menahan belanjanya.
"Penahanan belanja masyarakat akan berimbas pada permintaan industri manufaktur yang berpotensi terpukul dan serapan tenaga kerja terganggu hingga akhirnya target-target pemulihan ekonomi pemerintah tidak sesuai target yang dicangkannya," ujarnya.
Sartono mengungkapkan bahwa Fraksi Demokrat sudah menyampaikan suara rakyat agar BBM tidak dinaikkan. Namun, dia menilai pemerintah seperti mengabaikan suara rakyat dan kesejahteraannya.
Lebih lanjut, dia mengatakan sebelumnya pemerintah menurunkan harga Pertamax Turbo sebagai imbas dari turunnya harga minyak dunia ke level US$80. Apabila kelak minyak dunia turun lagi, bagaimana sikap pemerintah kemudian. Menurutnya, hal ini menjadi pertanyaan serius.
"Kami akan terus mendorong pemerintah meningkatkan kemampuan penyaluran subsidi BBM agar semakin tepat sasaran dan meminimalkan kebocoran yang ada. Kenaikan bukanlah solusi yang dikehendaki rakyat," ujarnya.
Alasan Harga BBM Naik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan pemerintah telah berupaya kuat melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Bahkan, Jokowi mengakui ingin menjaga harga BBM agar tetap terjangkau dengan memberikan subsidi.
“Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,2 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan itu akan meningkat terus dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” kata Jokowi dalam keterangan resminya secara virtual, Sabtu (3/9/2022).
Menurutnya, keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi merupakan hal yang sulit dan opsi terakhir yang akan dilakukan pemerintah. Namun, beban subsidi yang terus meningkat memaksa pemerintah untuk mengalihkan subsidi sehingga harga BBM yang selama ini mendapatkan subsidi akan mengalami penyesuaian.
Untuk meredam gejolak kenaikan harga BBM, Jokowi menggulirkan sejumlah bantuan sosial dari pengalihan subsidi BBM. Ada tiga program bansos yang diberikan Jokowi untuk masyarakat. Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM dengan total sebesar Rp12,4 triliun.
“Diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu, sebesar Rp150 ribu per bulan, dan mulai diberikan bulan September selama empat bulan,” ujar jokowi.
Pemerintah juga menyalurkan Bantuan Subsidi Gaji/Upah (BSU) dengan alokasi anggaran sebesar Rp9,6 triliun yang diperuntukkan bagi 16 juta pekerja.
“Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu,” ujarnya.
Di samping itu, Presiden Jokowi juga telah memerintahkan pemerintah daerah untuk menggunakan dua persen Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, bantuan ojek online, dan untuk nelayan.
“Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran. Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” pungkasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan mengenai penyesuaian harga BBM bersubsidi yang telah ditetapkan pemerintah.
“Hari ini, tanggal 3 September tahun 2022, pukul 13.30 WIB, pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi,” kata Arifin saat mendampingi Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM, Sabtu (3/9/2022).
Dengan adanya penyesuaian, maka harga pertalite yang sebelumnya Rp7.650 per liter disesuaikan menjadi Rp10.000 per liter dan harga solar bersubsidi yang sebelumnya Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Selain itu, harga pertamax (nonsubsidi) juga mengalami penyesuaian, dari Rp12.500 menjadi Rp14.500.
Menteri ESDM menyampaikan, penyesuaian harga BBM ini berlaku mulai tanggal 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
“Ini berlaku satu jam sejak saat diumumkannya penyesuaian harga ini, jadi akan berlaku pada pukul 14.30 WIB,” kata Arifin.
Subsidi Tetap Jebol
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan terus melakukan perhitungan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun 2022. Hal ini mengingat harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang terus bergerak fluktuatif.
Sebelumnya, melalui Perpres No.98 Tahun 2022, pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi tiga kali lipat. Subsidi BBM dan elpiji naik dari Rp77,5 triliun menjadi Rp149,4 triliun serta subsidi listrik dari Rp56,5 triliun menjadi Rp59,6 triliun. Sementara, kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun serta kompensasi untuk listrik naik dari Rp0 menjadi Rp41 triliun.
“Sehingga total subsidi dan kompensasi untuk BBM, elpiji, listrik itu mencapai Rp502,4 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan, angka Rp502,4 triliun ini dihitung berdasarkan rata-rata dari ICP yang bisa mencapai US$105 per barel dengan kurs Rp14.700 per US$, dan volume pertalite yang diperkirakan akan mencapai 29 juta kiloliter serta volume solar bersubsidi adalah 17,44 juta kiloliter.
“Dengan harga minyak ICP yang turun ke 90 Dolar AS [per barel] sekalipun, maka harga rata-rata satu tahun itu masih di 98,8 Dolar AS atau hampir 99 dolar AS [per barel]. Kalaupun harga minyak turun sampai di bawah 90 dolar AS [per barel] maka keseluruhan tahun rata-rata ICP Indonesia masih di 97 Dolar AS [per barel],” ujarnya
Dengan perhitungan tersebut, dia menjelaskan subsidi energi masih akan tetap naik dari Rp502 triliun menjadi Rp653 triliun jika harga ICP adalah rata-rata US$99 per barel. Sementara itu, jika harga ICP sebesar US$85 per barel sampai Desember 2022 maka kenaikan subsidi menjadi Rp640 triliun.
“Ini adalah kenaikan Rp137 triliun atau Rp151 triliun tergantung dari harga ICP. Perkembangan dari ICP ini harus dan akan terus kita monitor, karena memang suasana geopolitik dan suasana dari proyeksi ekonomi dunia masih akan sangat dinamis,” ungkapnya.