Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM bersubsidi per Sabtu (3/9/2022) disebut tidak sebanding dengan bantalan sosial pengganti subsidi BBM yang disalurkan pemerintah senilai Rp24,17 triliun.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS Amin Ak yang menyebutkan kenaikan harga BBM justru hanya memperkeruh situasi ekonomi rakyat Indonesia yang masih rentan keterpurukan.
Dia mengatakan multiplier effect akibat kenaikan BBM tak main-main, mulai dari harga kebutuhan pokok yang meningkat, biaya transportasi, biaya perumahan, hingga pendidikan.
"Kondisi tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat menengah ke bawah, dan pada akhirnya konsumsi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi akan melambat," kata Amin, Minggu (4/9/2022).
Merujuk pada sejumlah kajian, Amin meyakini kenaikan harga BBM Pertalite yang kini menjadi Rp10.000 per liter akan berdampak pada kenaikan inflasi hingga 7 persen.
Angka tersebut diperoleh dari dampak langsung maupun tidak langsung. Menurut Amin, dari dampak langsung akan menambah inflasi sebesar 0,93 poin persentase atau 0,4 poin persentase untuk setiap kenaikan Rp1.000 per liter.
Di sisi lain, Amin juga menyebutkan data kondisi kemiskinan penduduk di Indonesia yang mencapai 45 persen rentan miskin berdasarkan studi Bank Dunia.
"Dengan jumlah penduduk saat ini lebih dari 275 juta jiwa, maka jumlah penduduk rentan miskin mencapai sekitar 124 juta orang," jelasnya.
Meski pemerintah memberikan bansos subsidi gaji untuk 16 juta pekerja dengan minimal pendapatan Rp3,5 juta ke bawah. Namun, bansos tersebut hanya dapat menolong segelintir rakyat saja.
"Jika diasumsikan seorang pekerja menghidupi tiga anggota keluarga, artinya ada 64 juta yang tersentuh Bansos, sisanya 60 juta rakyat rentan miskin berpotensi jatuh miskin akibat kenaikan harga kebutuhan pokok maupun biaya hidup lainnya," ujarnya.
Tak hanya itu, Amin menyebut pemerintah dalam hal penyaluran bansos masih menggunakan data kategori rumah tangga miskin (RTM) yang disusun sebelum pandemi Covid-19, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang disusun Kementerian Sosial dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
"Data tersebut perlu diperbarui. Pasca pandemi Covid-19, penduduk yang masuk dalam kelompok termiskin semakin banyak, sehingga banyak rakyat yang berhak menerima berpotensi tidak terdata," ungkapnya.
Dengan demikian, Amin meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dampak dari kenaikan harga BBM saat ini. Menurutnya, pemerintah masih memiliki cara lain untuk menyelamatkan APBN daripada harus mengorbankan subsidi BBM.