Bisnis.com, JAKARTA - Desakan untuk mengkaji ulang kenaikan tarif ojek daring atau ojek online (Ojol) muncul menjelang berakhirnya periode perpanjangan pelaksanaan pada 29 Agustus 2022. Kenaikan tarif minimum dan tarif per kilometer di tiga zonasi dinilai konsumen terlalu tinggi.
Berdasarkan survei terbaru Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia, menunjukkan mayoritas atau sebesar 73,8 persen konsumen meminta pemerintah mengkaji ulang tingkat kenaikan tarif ojek daring tersebut.
Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara menjelaskan bagi konsumen, kebijakan tarif baru ini terlalu mahal, batasan tarif ojol per zona juga tidak mencerminkan daya beli masyarakat di masing-masing wilayah, dan tarif yang sudah berlaku sekarang sudah sesuai.
"Riset ini merupakan riset lanjutan dari riset kami sebelumnya mengenai tarif ojek daring di tahun 2019. Karena industri ojek daring adalah pasar banyak sisi, kami melihat penentuan tarif tidak bisa hanya mempertimbangkan dari sisi pengemudi, tetapi juga konsumen serta mitra lain di dalam ekosistem seperti pedagang dan UMKM," kata Rumayya, Minggu (28/8/2022).
Dia menjelaskan konsumen banyak memanfaatkan ojek daring ini untuk menuju tempat produktif dan kegiatan ekonomi seperti sekolah, tempat kerja, dan pusat perbelanjaan. Tidak sedikit pula yang memanfaatkan ojek daring sebagai feeder untuk menuju lokasi transportasi umum.
Riset menemukan bahwa mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp500 – Rp3.000 untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring. Apabila dilihat dari segi tambahan biaya per hari, konsumen hanya bersedia membayar biaya tambahan sebesar Rp1.000 - Rp20.000 per hari atau maksimum sekitar Rp1.600 per km.
Padahal, tambahan tarif sebagaimana yang tercantum pada KM No.564/2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan Dengan Aplikasi mencapai Rp2.800 hingga Rp6.200 per km.
“Kesediaan membayar atau willingness to pay biaya tambahan dari konsumen bila ada biaya tambahan ini sekitar rata-rata 5 persen untuk semua zona," ujarnya.
Dengan demikian, apabila diklasifikasikan per zona, willingness to pay atau biaya tambahan untuk zona I adalah 5 persen dari pengeluaran saat ini, zona II adalah 4 persen dan zona III adalah 4,5 persen. Dari ketiga zona tersebut dapat dilihat bahwa zona II memiliki tingkat willingness to pay untuk biaya tambahan ojek daring yang paling rendah.
Dampak Kenaikan Tarif Ojol
Ekonom Universitas Airlangga ini menyebutkan situasi makro ekonomi yang tidak kondusif seperti saat ini, yang di mana sedang terjadi kenaikan inflasi dan terdapat rencana kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM) akan membuat daya beli konsumen semakin tertekan.
Pada kondisi seperti ini, kenaikan tarif atau biaya jasa ojek daring tentu tidak terelakkan di tengah situasi sekarang. Namun, tentunya yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar jumlah kenaikan tersebut, supaya tidak membuat daya beli konsumen semakin tertekan dan konsumen tetap mau memanfaatkan jasa ojek daring.
"Kenaikan yang terlalu tinggi akan membuat konsumen beralih ke kendaraan pribadi," jelasnya.
Dampak dari tarif yang baru ini juga mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan pribadi. Sebanyak 53,3 persen konsumen juga menyatakan akan kembali menggunakan kendaraan pribadi, jika kenaikan tarif ojek online jadi diberlakukan.
“Perpindahan para pengguna ojol ke kendaraan pribadi ini tentunya juga akan memperparah kemacetan yang terjadi di kota-kota besar," ujarnya.
Sebelumnya, Asosiasi mitra pengemudi (driver) ojek online juga telah menyampaikan lima poin permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), di tengah sinyal kenaikan harga BBM Pertalite dan tarif ojek online.
Berdasarkan dokumen surat yang diterima Bisnis, surat terbuka dari Presidium Nasional Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, dan ditembuskan ke Ketua DPR, Ketua Komisi V DPR, Menteri Perhubungan, dan pengemudi ojek online seluruh Indonesia.
"Mohon perkenankan kami Dewan Presidium Nasional Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia menyampaikan lima poin permohonan yang sekiranya kami yakin Bapak Presiden RI dapat memenuhi permohonan kami ini," tulis Ketua Umum Garda Indonesia Igun Wicaksono dalam surat tersebut, Kamis (25/8/2022).
Adapun, lima poin yang menjadi permohonan meliputi sejumlah hal mulai dari kejelasan legalitas ojek online dalam undang-undang sampai dengan jaminan mendapatkan subsidi BBM murah.
Pertama, pemerintah diminta untuk mendorong legalitas ojek daring masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2022/2023.
Kedua, asosiasi driver ojek online menolak aturan kenaikan tarif yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No.KP 564/2022. Para pengemudi meminta agar Kemenhub menerbitkan regulasi baru berupa tarif ojek online yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing provinsi dan melibatkan driver.
Seperti diketahui, pembagian aturan wilayah pengaturan tarif ditetapkan dalam tiga zona yakni Zona I (Sumatera, Jawa selain Jabodetabek, dan Bali); Zona II (Jabodetabek); serta Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua).
Ketiga, asosiasi driver meminta agar biaya potongan sewa dari perusahaan aplikasi diturunkan dari 20 menjadi maksimal 10 persen.
Keempat, pemerintah diminta agar tetap memberikan ojek online BBM subsidi pertalite dengan harga yang sama jika harga BBM diputuskan naik.
"Apabila kenaikan harga BBM jenis Pertalite tidak dapat terhindarkan, kami mohon khusus ojek daring agar tetap diberikan subsidi dengan harga sama yang berlaku saat ini," demikian dikutip dari surat tersebut.
Kelima, Kementerian Perhubungan diminta agar melibatkan Asosiasi Pengemudi Ojek Daring berlegalitas resmi terdaftar dalam lembar Negara yang memiliki perwakilan di berbagai daerah dalam setiap pembahasan regulasi mengenai ojek daring.
Sementara itu, Kemenhub menegaskan bahwa baru akan membeberkan keputusan terkait dengan kenaikan tarif ojek online baru pada 29 Agustus 2022. Selama masa tenggang, regulator dan perusahaan aplikasi disebut akan tetap melakukan sosialisasi.
"Jadi tanggal 29 [Agustus] insya Allah Mbak Adita [Jubir Kemenhub] akan memberikan rilis itu silahkan tunggu karena kita juga tidak mau gegabah guna mendengarkan semua pihak dengan baik," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi setelah Rapat Kerja dengan Komisi V DPR, Rabu (24/8/2022).