Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Denyut Sepeda Motor Listrik hingga Backlog Perumahan

Selain itu, sederet berita analisis lainnya turut diulas seperti backlog perumahan, berkah krisis energi, hingga minim peminat apartement bersertifikat hijau.
Presiden Joko Widodo menjajal sepeda motor listrik buatan dalam negeri 'Gesits', di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/11/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo menjajal sepeda motor listrik buatan dalam negeri 'Gesits', di halaman tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/11/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis, JAKARTA - Impor sepeda motor, moped, dan komponennya melejit hingga melampaui capaian sebelum pandemi Covid-19. Geliat industri sepeda motor listrik ditengarai menjadi salah satu pemicunya.

Berdasarkan data BPS, impor barang berkode HS 871410 melejit 42% dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama 2020 menjadi US$527,8 juta. Capaian tersebut lebih tinggi 6% dari impor pada 2019 senilai US$499,4 juta.

Denyut industri sepeda motor listrik menjadi salah satu ulasan komprehensif yang tersaji di Bisnisindonesia.id. Selain itu, sederet berita analisis lainnya turut diulas seperti backlog perumahan, berkah krisis energi, hingga minim peminat apartement bersertifikat hijau.

1. Sepeda Motor Listrik Menangkap Insentif

Kenaikan importasi sepeda motor, moped, dan komponennya masih menampakkan kenaikan pada semester pertama tahun ini. Nilai impor barang berkode HS 871410 meningkat 7,36% dibandingkan dengan periode yang sama 2021 menjadi US$216,2 juta.

Selain masuknya produk dengan teknologi yang lebih maju, geliat industri perakitan sepeda motor listrik di dalam negeri turut memacu importasi komponen atau suku cadangnya.

Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa industri perakitan sepeda motor listrik di Indonesia pada akhir 2021 mencapai 22 unit. Di antara mereka tak sedikit yang merupakan pemain baru.

Sejumlah pabrikan sepeda diketahui telah mendiversifikasi produknya ke kendaraan listrik. Sementara itu, pabrikan Jepang di Indonesia, seperti Yamaha, juga telah memulai perakitan sepeda motor listrik. Bagaimana geliat industri motor listrik selama ini? 

2. Berkah Krisis Energi di Eropa Kala Batu Bara PTBA Diuji Royalti

Krisis energi di Eropa menjadi katalis tersendiri untuk emiten batu bara pelat merah PT Bukit Asam Tbk. Anggota holding BUMN MIND ID tersebut  itu ikut menjaring cuan dari pasar Benua Biru seperti Italia, Polandia, dan Jerman.

Secara geografis, ekspor batu bara ke Eropa bukan hal mudah, melihat waktu dan jarak pengiriman yang jauh dan lama. Pun begitu, perusahaan plat merah sudah memulai pengiriman secara spot ke Italia. 

Ekspor ke Benua Biru merupakan sesuatu yang jarang dilakukan PTBA. Selama ini ini, pasar utama PTBA adalah negara-negara di Asia seperti China, India, Thailand, serta Vietnam lantaran secara geografis yang dekat dengan Indonesia. 

Selain itu, lanjut Arsal, kendala lainnya untuk pengiriman ke Eropa adalah kebutuhan untuk batu bara berkalori tinggi. Saat ini, PTBA tidak begitu banyak memiliki batu bara berkalori tinggi. 

Selain ke Eropa, PTBA juga tengah menjajaki kemungkinan ekspor batu bara ke Polandia dan Jerman.Untuk pengiriman ke ke Italia, Bukit Asam sudah mengirim 140.000 ton sepanjang semester I/2022 namun dilakukan melalui trader.

3. Banyak Manfaat, Minat Apartemen Bersertifikat Hijau Minim

Gedung apartemen berkonsep environmental, social, and governance (ESG) merupakan kebutuhan di tengah krisis iklim yang mengancam. Sayangnya, masih butuh komitmen dan kerja keras untuk membangun minat konsumen.

Dengan kondisi lingkungan saat ini, banyak aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan. Sementara konsumen belum memiliki kesadaran tersebut dan masih memilih secara pragmatis kebutuhan huniannya sesuai dengan kapasitas budget yang dimiliki.

Untuk dapat mewujudkannya, seluruh pihak mesti ikut andil sehingga mulai dari membangun kesadaran terkait urgensi gedung ESG. Tetapi, dia mengatakan bahwa kendala terbesar saat ini yaitu nilai investasi pembangunan yang cukup tinggi.

Untuk membangun gedung berkonsep ESG, sedikitnya investasi yang dirogoh lebih besar 30 - 40 persen dibandingkan gedung pada umumnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan minat pasar dapat terbuka lebar jika ada keuntungan dan manfaatnya yang menarik. Sejauh mana minat masyarakat terhadap hunian berkonsep hijau? 

4. Kejar Investor hingga Betah di Pasar Modal, Bukan Hanya FOMO

Kenaikan jumlah investor saham yang signifikan juga menyisakan pekerjaan rumah, yakni membuat para investor baru ini tetap betah dan bertahan di pasar modal. Bukan hanya sekadar FOMO atau ikut tren.

Otoritas Jasa Keuangan mencatat sampai dengan 19 Agustus terdapat sebanyak 9,45 juta investor pasar modal, atau adanya pertumbuhan sebesar 26,14 persen  dibandingkan dengan akhir 2021. Periode 2021, tercatat, investor tumbuh hingga lebih dari 90 persen. Dari jumlah 9 juta lebih investor itu, hampir 70 persen di antaranya adalah milenial.

Sementara itu, transaksi investor domestik mendominasi nilai transaksi pasar modal hingga Juli 2022.  Otoritas bursa, Bursa Efek Indonesia (BEI) pun menargetkan pertumbuhan investor lokal hingga 30 persen. 

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Jeffrey Hendrik menjelaskan saat ini investor dalam negeri mendominasi pasar modal dengan persentase nilai transaksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investor asing.

Selama periode Januari- Juni 2022 dari total nilai transaksi di BEI, investor lokal memberikan kontribusi sebesar 69,1 persen sedangkan kontribusi dari investor asing sebesar 30,9 persen. Lalu, bagaimana dengan investor yang hanya sekadar mengikuti tren alias fomo? 

5. Bahu-Membahu Memerdekakan Indonesia dari Masalah Backlog Rumah

Pekerjaan rumah terbesar pemerintah Indonesia yang saat ini belum terselesaikan yakni merumahkan seluruh masyarakat. Sejak jaman pemerintahan Belanda hingga 77 tahun kemerdekaan RI masalah backlog hunian masih menjadi momok yang menghantui. 

Terlebih, pada 25 Agustus kemarin juga telah dirayakan kembali Hari Perumahan Nasional (Hapernas). Untuk diketahui, pada tanggal 25 – 30 Agustus 1950 diselenggarakan Kongres Perumahan Sehat pertama yang menghasilkan tiga keputusan penting yakni kongres ini menjadi tonggak sejarah perumahan di Indonesia dan tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hapernas berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Perumahan Rakyat Nomor 46/KPTS/M/2008.

Program perumahan murah di Indonesia berawal dari Kongres Perumahan Rakyat Sehat pada Agustus 1950 di Bandung. Salah satu hasil kongres tersebut adalah mencanangkan Perumahan Nasional (Perumnas) sebagai perintis rumah murah di Indonesia. 

Berdasarkan data Susenas BPS di tahun 2021, tercatat sebanyak 12.750.172 rumah tangga belum memiliki rumah di mana angka ini berpotensi untuk terus meningkat seiring dengan pertumbuhan rumah tangga baru yang diperkirakan mencapai 700.000 – 800.000 keluarga baru setiap tahun. Berapa angka backlog dari tahun ke tahun?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper