Bisnis.com, JAKARTA-Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah untuk mendorong industri unggulan supaya neraca perdagangan Indonesia dengan China dapat mencapai surplus.
Pertama, kata Bhima, pemerintah dapat melakukan pengolahan baterai dari hulu hingga hilir. Sebab, dalam Revealed Comparative Advantages versi United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Indonesia punya keunggulan komparatif Nikel sebesar 19,1.
“Jadi kalau ekosistem baterai nya bisa dikuasai, karena bahan baku ada di Indonesia maka neraca perdagangan bisa berubah,” ujar Bhima saat dihubungi, Minggu (28/8/2022).
Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai perdagangan kedua negara tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2021, nilainya pun mengalami kenaikan 54,04 persen menjadi US$110,01 miliar. Hanya saja, neraca perdagangan Indonesia dengan China selalu mengalami defisit dalam sedekade terakhir. Sepanjang tahun lalu, Indonesia masih merugi US$2,45 miliar dari perdagangan dengan Negeri Tirai Bambu.
Hal tersebut mengingat ekspor Indonesia ke China hanya sebesar US53,78 miliar pada 2021. Sedangkan, impor Indonesia dari negara yang dipimpin Xi Jinping itu mencapai US$56,23 miliar.
Nilai ekspor RI-China pada Januari-Juli 2022 telah mencapai US$34,13 miliar, sedangkan untuk impor sebesar US$38,27 miliar, atau defisit US$4,14 miliar.
Bhima melanjutkan, dengan keunggulan China selama 1 dekade itu, Indonesia pun mesti terus mendorong minyak sawit mentah (CPO) karena memiliki Revealed Comparative Advantage (RCA) senilai 11,8. Sementara pihak pelaku usaha Indonesia harus berjuang mengalahkan keunggulan ekspor tekstil pakaian jadi, elektronik, peralatan rumah tangga dan mesin.
“Sebagian besar RCA China terletak pada barang jadi, mesin, dan mainan anak,” ujar Bhima.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjamin neraca perdagangan RI-China akan berada di titik surplus pada tahun 2022 ini. Janji ini dia katakan saat memberi pengarahan kepada pimpinan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Peningkatan itu menurut Presiden tidak lepas dari kebijakan pemerintah menerapkan hilirisasi industri, terutama komoditas pertambangan. Sehingga, kata Jokowi, meningkatkan besaran ekspor sekaligus mendorong perbaikan neraca perdagangan.
"Neraca dagang kita saya ingat 2012 defisit 7,7 miliar dolar AS dengan RRT. 2021 karena kita sudah ekspor besi baja, defisit kita menjadi 2,4 miliar dolar. Tahun ini saya pastikan kita dengan RRT surplus," kata Jokowi