Kredit Sindikasi dari Bank Mandiri untuk CNI Group
Dalam mengembangkan smelter, CNI Group menggunakan 2 teknologi, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA, terdiri atas 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai.
Rencana ini belum termasuk peluang pengembangan ke depan, mengingat CNI Group memiliki potensi deposit Nickel Laterite lebih dari 500 juta ton berdasarkan survey Geofisika dengan teknologi Geo-Penetrating Radar (GPR).
Total nilai investasi smelter keseluruhan diperkirakan mencapai US$2,31 miliar akan dilakukan melalui beberapa tahapan.
Adapun smelter yang dikembangkan oleh CNI Group ini, ketika selesai akan memiliki kapasitas total sekitar 100.000 ton Nickel dan lebih dari 4.000 ton Cobalt setiap tahunnya, terdiri atas 252.000 ton output dari Rectangular RKEF dalam bentuk Ferronickel dengan kandungan 22% Nickel di dalamnya dan dari pengolahan HPAL akan menghasilkan output 103,000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 40,000 ton Nickel dan lebih dari 4,000 ton Cobalt.
Produk Ferronickel ini dapat diolah lebih Ianjut untuk memproduksi Stainless Steel dan produk turunannya (consuming needs). Adapun Nickel Matte dan Nickel Sulfide dapat digunakan untuk memproduksi bahan baku baterai. Sementara teknologi HPAL akan memproduksi MHP yang dapat diolah lebih Ianjut menjadi Prekursor Baterai Cathode dan Anode.
Pembangunan smelter Laterit Rectangular RKEF dan HPAL CNI Group melibatkan ENFI, BUMN China sebagai desainer engineering dan juga BUMN Indonesia yang memiliki reputasi global di bidang teknologi pengolahan bijih nikel, sebagai kontraktor EPC, yaitu PT PP (Persero) Tbk.
Sementara untuk pasokan tenaga listrik smelter, saat ini telah terbangun gardu induk PLN di Wolo yang sudah energized memasok daya listrik sebesar 350 MW, dan selanjutnya akan dilakukan ekspansi tambahan kapasitas sebesar 350 MW sehingga totalnya menjadi 700 MW.
Pada April 2022 lalu, CNI Group telah mendapatkan pembiayaan sindikasi dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Bank BJB (BJBR) dan Bank Sulselbar. Entitas CNI Group yang menerima kucuran kredit ini adalah PT Ceria Metalindo Prima (CMP) berupa term loan sebesar US$277,69 juta atau sekitar Rp 3,98 triliun. PT CMP merupakan anak usaha PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) Grup.
Kredit sindikasi ini disalurkan untuk membangun proyek smelter pengolahan bijih nikel laterit rotary kiln electric furnace (RKEF) yang terdiri dari sebuah pabrik rotary kiln electric funance (RKEF1) dan infrastruktur pendukung operasional RKEF1 di Lapaopao, Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan tenor hingga sembilan tahun.
Saat itu, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi dalam keterangan tertulisnya menyebutkan kerjasama ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah bagi industri di dalam negeri, serta membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
"Penandatanganan perjanjian kredit sindikasi hari ini terasa sangat spesial, karena menjadi tonggak sejarah bukan hanya bagi CNI Group, namun juga bagi Bank Mandiri," kata Darmawan.