Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan harga beras di Indonesia masih bisa dikendalikan pada rata-rata sekitar Rp10.000. Harga tersebut, kata Jokowi, masih jauh lebih murah jika dibandingkan negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat (AS) dan China.
"Kita ini harus bersyukur bahwa utamanya harga pangan, utamanya lagi harga beras masih bisa kita kendalikan dengan baik. Harga beras di angka rata-rata masih Rp10.000-an, lebih sedikit," kata Jokowi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Inflasi 2022 di Istana Negara, Kamis (18/8/2022).
Jokowi mengatakan perbandingan harga beras dalam negeri dengan empat negara tersebut diketahui setelah mengecek ke kedutaan masing-masing negara. Dari empat negara yang disebutkan, harga beras di Jepang merupakan yang tertinggi yakni Rp66.000.
"Kemarin saya cek di kedutaan, coba cek harga beras di Jepang Rp66.000, di Korea Selatan Rp54.000, di Amerika Rp53.000, di China Rp26.000. Ini yang terus harus kita pertahankan," jelasnya.
Di sisi lain, Jokowi menilai sertifikat penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) kepada Indonesia untuk sistem ketahanan pangan dan swasembada beras perlu disukuri.
Dia berpesan agar pencapaian tersebut bisa dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga bisa mencapai swasembada beras.
"Tidak hanya swasembada beras saja, tetapi nanti bisa ekspor beras, ikut mengatasi kelangkaan pangan di beberapa negara," ujarnya.
Kendati demikian, Jokowi turut menyoroti harga beras antardaerah yang tidak merata akibat tingkat inflasi yang berbeda. Menurutnya, biaya transportasi yang mahal menjadi salah satu pemicunya. Dia mencontohkan beras melimpah di Merauke dengan harga Rp6.000, tapi tidak ada pembeli. Padahal ada daerah lain yang masih kekurangan beras.
"Saya cek ke bawah, bener harganya Rp6.000. Ada daerah lain yang kekurangan beras. Kenapa enggak ngambil dari Merauke yang harganya masih murah? Problemnya transportasi mahal," katanya.
Lebih lanjut, Jokowi mengingatkan seluruh pihak untuk waspada karena sejumlah lembaga internasional memprediksi terdapat 60 negara dengan perekonomian yang rentan ambruk, dan 345 juta orang di 82 negara akan menderita kekurangan pangan akut dan kelaparan.