Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan di China Pulih, Raksasa Tambang BHP Catat Rekor Laba di Semester I/2022

BHP mencatat total laba US$23,8 miliar semester I/2022, di atas proyeksi analis sebesar US$21,6 miliar.
Kereta tambang BHP Group./Bloomberg
Kereta tambang BHP Group./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan tambang terbesar di dunia BHP Group mencetak rekor laba tertinggi sepanjang masa di tengah lonjakan harga komoditassetahun penuh tertinggi pada rekor harga komoditas, dan akan terus maju dengan opsi pertumbuhan pada prospek permintaan yang lebih kuat di China.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (16/8/2022), BHP mencatat total laba US$23,8 miliar semester I/2022, di atas proyeksi analis sebesar US$21,6 miliar, dan tertinggi sejak perusahaan dibentuk dalam merger tahun 2001. Produser akan membayar dividen final senilai US$3,25 per saham.

BHP akan mengkaji rencana untuk meningkatkan produksi lini usaha bijih besi dengan pendapatan tertinggi menjadi 330 juta ton produksi per tahun, dan terus mengkaji opsi untuk mengangkat volume tembaga dan nikel.

Sementara itu, perusahaan juga tetap masih membangun tambang kalium raksasa baru di Kanada dan tetap pada rencana operasi semula pada tahun 2026.

Chief Executive Officer BHP Mike Henry mengatakan kembalinya China dari lockdown Covid-19 akan memberikan pendorong bagi ekonomi global, yang akan mengimbangi sentimen data ekonomi China yang sangat lemah.

“Kami berpikir bahwa selama enam hingga 12 bulan ke depan, China akan memberikan stabilitas pada pertumbuhan global dan akan membantu mengimbangi beberapa perlambatan yang kita lihat di tempat lain,” kata Henry seperti dikutip Bloomberg, Selasa (16/8/2022).

China sebelumnya menyumbang lebih dari 60 persen pendapatan BHP.

Perusahaan tambang lain telah memperkirakan kinerja yang lebih lemah dan Rio Tinto Group bulan lalu melaporkan penurunan laba semester pertama. Raksasa emas Newmont Mining Corp. dan produsen tembaga First Quantum Minerals Ltd. juga telah memperingatkan investor dalam beberapa pekan terakhir tentang dampak tekanan inflasi.

Analis Goldman Sachs Group Inc. Paul Young dan Hugo Nicolaci mengatakan kinerja BHP berada di atas proyeksi. Namun mereka memperingatkan bahwa penguatan nilai tukar dan pelemahan harga komoditas menjadi risiko utama yang dihadapi BHP, terutama jika sektor properti China tidak pulih di tahun depan.

Meskipun BHP akan menghadapi tekanan dari perlambatan di negara maju, kenaikan suku bunga, dan pasar tenaga kerja yang lebih ketat, akan ada peluang bagi penambang berbiaya rendah karena inflasi juga mendorong harga lebih tinggi. Biaya produksi di seluruh aset utama naik 13 persen karena masalah terkait Covid-19 dan kenaikan harga bahan bakar dan listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper