Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mentan Minta Maaf Terkait Proyeksi Harga Mi Instan Naik Tajam

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo minta maaf telah membuat gaduh akibat pernyataannya terkait kenaikan harga mie instan menjadi 3 kali lipat.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. ANTARA
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo minta maaf telah membuat gaduh akibat pernyataannya terkait kenaikan harga mie instan menjadi 3 kali lipat.

Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menyoroti isu mie instan yang kini jadi perhatian publik. Hal tersebut tak lepas dari pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menyebut perang antara Rusia - Ukraina berdampak pada kenaikan harga pangan berbasis impor tak bisa dihindari, termasuk terhadap mi instan.

"Jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat itu, maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini," ujar Mentan dalam webinar bersama Ditjen Ditjen Tanaman Pangan, Senin (8/8/2022).

Namun, hal tersebut ditangkis oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengatakan negara-negara penghasil gandum seperti Australia, Kanada dan Amerika yang sempat gagal panen, kini sudah kembali panen. Karena itu, harga mie instan tidak bakal melonjak.

"Enggak (naik), dulu kan gagal panennya seperti Australia, Kanada, Amerika, sekarang panennya sukses. Apalagi sekarang Ukraina sudah boleh jual," kata Mendag Zulhas saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Mempertegas pernyataan Mentan Syahrul, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengungkapkan bahwa pihaknya meminta masyarakat dan pelaku industri pangan agar terus waspada terhadap potensi krisis pangan global. Kata dia, bagi banyak negara, saat ini krisis pangan sudah di depan mata.

“Menurut laporan Global Crisis Response Group Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial. Potensi terjadinya krisis pangan global karena adanya gangguan rantai pasok yang membuat harga berbagai komoditas melonjak,” ujar Kuntoro dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/8/2022).

Kuntoro melanjutkan, perang Ukraina – Rusia, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai, menyebabkan adanya tren di kalangan negara-negara sentra produksi pangan mulai melakukan restriksi ekspor ke negara-negara lain. Sepanjang Juni 2022, International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyebut ada berbagai kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, baik berupa pelarangan, izin, dan atau pajak ekspor.

Salah satu komoditas dibatasi adalah gandum. Sejumlah negara penghasil gandum, seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo, mengeluarkan kebijakan retriksi. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing.

“Perang Rusia - Ukraina juga sangat memengaruhi pasokan gandum untuk kebutuhan global. Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30 persen impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina,” kata Kuntoro.

Kondisi ini turut mendapat perhatian besar dari pemerintah. Meski gandum bukan komoditas pangan utama, tapi kebutuhan gandum di Indonesia sangat tinggi. Padahal gandum bukan produk asli Indonesia dan sulit untuk dibudidayakan. Sehingga kebutuhan gandum masih dipasok oleh impor.

Konflik masih bisa mempengaruhi pasar gandum Indonesia, karena total produk pangan yang diimpor dari kedua negara [Rusia dan Ukraina] pada 2021 sebesar US$956 juta, di mana 98 persen di antaranya adalah gandum. Indonesia merupakan negara kedua dengan nilai impor gandum tertinggi di dunia, mengingat gandum sulit ditanam. Total nilai impornya US$2,6 miliar dolar AS (5,4 persen dari total impor gandum dunia) pada 2020.

Data BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa konsumsi gandum per kapita penduduk Indonesia adalah 30,5 kg/ tahun. Sebagai perbandingan, makanan pangan pokok penduduk Indonesia yaitu beras, konsumsi penduduk Indoensia per kapita sebesar 27 kg/tahun. Kebutuhan gandum terbesar adalah untuk industri produk pangan olahan, seperti mie instan, kue, dan roti.

“Kementan merespon positif pernyataan salah satu pelaku industri pangan olahan berbasis gandum yang menyebutkan kenaikan harga produk pangan olahan tidak akan signifikan. Pemerintah termasuk Kementan mengharapkan semua pelaku industri pangan terus berkomitmen untuk menjaga harga produk mereka”, tegas Kuntoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper