Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan batas bawah dan atas tarif royalti progresif bagi perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batu bara, mencapai 4 persen sampai dengan 13,5 persen dari harga jual setiap tonnya.
Keputusan akhir dari hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) 81/2019 itu telah dituangkan dalam rancangan peraturan pemerintah atau RPP. Adapun, Kementerian ESDM tengah menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan untuk segera mengesahkan RPP tersebut.
“Revisinya di Kementerian Keuangan, masih menunggu dari sana,” kata Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Tri Winarno saat ditemui Bisnis di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Adapun, tingkatan kalori yang menjadi tolok ukur pengenaan tarif royalti progresif itu juga diturunkan pada kisaran kurang dari 4.200 Kkal per kilogram (gross air received), 4.200 Kkal per kilogram sampai 5.200 Kkal per kilogram dan lebih dari 5.200 Kkal per kilogram.
“Nanti tarif royalti itu berlaku progresif mengikuti harga batu bara acuan [HBA],” kata dia.
Pada aturan terlebih dahulu, tarif royalti dikenakan sebesar 3 persen untuk tingkat kalori kurang dari 4.700 Kkal per kilogram, tarif royalti dikenakan sebesar 5 persen untuk tingkat kalori rentang 4.700 sampai dengan 5.700 Kkal per kilogram dan 7 persen dikenakan untuk tingkat kalori lebih dari 5.700 Kkal per kilogram.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan kementeriannya tengah merampungkan aturan terkait dengan tarif royalti batu bara yang berlaku progresif bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) lewat revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 81 Tahun 2019.
Lewat revisi PP itu, Arifin mengatakan, tarif royalti bagi IUP batu bara bakal berlaku progresif mengikuti fluktuasi harga batu bara acuan atau HBA.
“Royalti yang progresif itu sudah kita usulkan untuk direvisi dalam PP 81, jadi nanti mengikuti perkembangan harga,” kata Arifin saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/8/2022).
Arifin mengatakan kebijakan itu bakal diselesaikan berbarengan dengan komitmen pemerintah untuk segera merampungkan badan layanan umum (BLU) batu bara pada tahun ini. Harapannya, dua skema pungutan yang mengacu pada fluktuasi harga di pasar dunia itu dapat ikut mengoptimalkan kebijakan kewajiban pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batu bara untuk industri domestik.
“Sudah masuk dalam perencanaan kita,” tuturnya.