Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan betapa mengerikannya dampak stagflasi pada ekonomi global saat ini.
Dia menuturkan awalnya berbagai negara berharap pada pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Begitu pandemi mampu diatasi, katanya, muncul konflik geopolitik yaitu perang Rusia vs Ukraina.
"Perang di Ukraina memunculkan disrupsi supply yang makin berkepanjangan dan akut setelah 2 tahun dihantam pandemi Covid-19," ujarnya dalam acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2022 Universitas Indonesia, Senin (8/8/2022).
Menurutnya, ketidakpastian situasi geopolitik menyebabkan tekanan inflasi global yang membuat kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas dari negara-negara maju. Hal tersebut, lanjutnya, kemudian menimbulkan volatilitas atau capital flow dan tightening policy.
Sri Mulyani menilai terjadi pergerseran risiko global, dimana semula masalah kesehatan menjadi geopolitik yang berimplikasi dari sisi ekonomi.
"Pergeseran risiko ini menyebabkan outlook atau proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia mengalami koreksi dari IMF, World Bank, dan OECD untuk 2022 dan 2023," imbuhnya.
Bahkan, Sri Mulyani mengatakan ada lembaga yang memproyeksikan resesi di berbagai belahan dunia.
Lebih lanjut, dia menuturkan kombinasi antara resesi dan inflasi inilah yang disebut dengan stagflasi.
"Stagflasi ini sebuah fenomena kondisi perekonomian yang sangat menantang dan rumit bagi policy maker [pembuat kebijakan] di mana saja," ucap Menkeu.
Fenomena stagflasi tidak terjadi di 1-2 negara saja. Bahkan, Sri Mulyani mengatakan negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, kemudian negara lain mengalami situasi yang sama.
Dia mengatakan risiko bergeser ini juga dibarengi dengan kenaikan harga komoditas sejak akhir 2021 dan awal 2022.
"Munculnya perang Rusia vs Ukraina dan disrupsi pasokan, di sisi lain ancaman resesi menyebabkan outlook dari permintaan yang melemah," katanya.