Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat pertanian mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh lengah meski Food and Agriculture Organization (FAO) menyebut harga pangan dunia telah turun hingga 8,6 persen pada Juli 2022.
Pada Jumat, 5 Agustus 2022, FAO melaporkan bahwa harga pangan dunia turun drastis selama Juli 2022 sebesar 13.3 poin menjadi 140,9 poin atau turun 8,6 persen. Penurunan tersebut menjadi penurunan terbesar sejak Oktober 2008.
Meski menjadi sinyal baik, Guru Besar IPB University Bayu Krinamurthi menyampaikan Indonesia masih memiliki tugas untuk mengamankan pasokan pangan nasional agar tidak terjadi gejolak harga dan pasokan.
“Data-data internasional menunjukkan ada sinyal perbaikan situasi. Alhamdulillah. Tetapi tidak boleh lengah dan tidak boleh anggap masalah sudah selesai. Belum,” ujarnya, minggu (7/8/2022).
Berdasarkan data FAO, komoditas serealia anjlok 11,5 persen pada juli atau sekitar 19,1 poin dibandingkan dengan Juni 2022. Hal serupa juga terjadi pada jenis minyak yang berasal dari tanaman atau vegetable oil dengan penurunan tertinggi sebesar 19,2 persen.
Menurut Bayu, komoditas yang perlu menjadi sorotan dalam mengamankan pasokan nasional yakni gandum, pupuk, dan minyak bumi. Sebagai contoh pupuk, sebelumnya dengan kenaikan harga di tingkat dunia berimbas pada kenaikan harga pangan strategis di Indonesia seperti cabai, bawang, dan jagung.
“Beberapa komoditi sudah mulai turun, tetapi harga pupuk masih tinggi, harga energi masih tinggi, harga dollar juga masih tinggi,” lanjutnya.
Terlebih, lanjut Bayu, Indonesia masih akan terus mengandalkan impor pupuk akibat bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri seperti unsur P (fosfor) dan K (kalium).
“Bahan pupuk [K dan P] itu tidak ada di Indonesia. Itu bahan tambang yang ada di negara lain,” paparnya.