Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaris Kereta Cepat dari China, RI Butuh Utang Tambal Biaya Bengkak

Indonesia menjadi negara pertama atau pelaris ekspor kereta cepat China terkait dengan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menghadapi biaya bengkak.
Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB) mulai dikirim dari China ke Indonesia pada Jumat (5/8/2022) - Dok. KCIC
Rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB) mulai dikirim dari China ke Indonesia pada Jumat (5/8/2022) - Dok. KCIC

Sayangnya, biaya mega proyek ini diperkirakan bengkak sebesar US$1,176 miliar atau sekitar Rp16,8 triliun. Biaya bengkak ini sering disebut cost overrun.

Menurut catatan PT Kereta Api Indonesia (Persero), cost overrun diestimasi sebesar US$1,1 miliar sampai dengan US$1,9 miliar. Pembengkakan biaya itu terdiri dari keperluan pembebasan lahan, Engineering Procurement Construction (EPC), financing cost, praoperasi, dan lain-lain.

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet mengatakan nilai cost overrun nantinya akan dinegosiasikan antara dua pemilik saham KCIC, yakni konsorsium BUMN Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan China Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

Dwiyana menjelaskan bahwa pembiayaan cost overrun, atau biaya bertambah dari anggaran awal (initial budget), sudah menjadi tanggung jawab PSBI dan Beijing Yawan sesuai dengan shareholders agreement.

Di luar itu, pengajuan pinjaman bisa dilakukan misalnya ke China Development Bank (CDB) yang sebelumnya sudah ikut serta memberikan pendanaan ke proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung.

"Setelah melihat kalkulasi besaran biaya tambahannya, itu mungkin melihat bahwa perlunya dilibatkan pihak lain untuk mendapatkan sumber pendanaan. Mungkin kita bisa sampaikan lagi ke CDB untuk jadi lender terkait dengan adanya penambahan biaya," terangnya beberapa waktu lalu.

Untuk porsinya, pembiayaan cost overrun sebesar 25 persen akan berasal dari KCIC, sedangkan 60 persen di antaranya berasal dari Indonesia sesuai proporsi kepemilikan saham. Sementara itu, 75 persen akan berasal dari pinjaman.

Skema pinjaman diyakini tidak terelakkan mengingat biaya investasi terhadap proyek perkeretaapian yang tinggi. Melalui skema konsesi, bahkan butuh waktu hingga 50 tahun lebih agar investor bisa balik modal.

"Memang [waktu balik modal investasi] kereta itu tidak mungkin cepat, mesti di atas 50 tahun. Kalau 70 tahun wajar. Tol aja ada yang 40 tahunan. Soalnya kalau kereta itu membuat sarana dan prasarana," terang Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, Kamis (4/8/2022).

Di sisi lain, Djoko menilai CDB bisa jadi merupakan pilihan terbaik untuk mencari pinjaman guna menutup biaya bengkak proyek kereta cepat. Seperti diketahui, jika sesuai target, kereta cepat akan segera diuji coba pada akhir 2022 dan meluncur pada 2023.

Artinya, jeda waktu yang dimiliki untuk mencari sumber pendanaan lain untuk cost overrun proyek tidak banyak.

"Saya pikir dalam waktu pendek untuk mencari sumber pendanaan baru agak berat," ujar Djoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper