Bisnis.com, JAKARTA - Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menyampaikan, program pengampunan pajak atau lebih dikenal dengan tax amenesty tidak dapat dilakukan berulang karena menciptakan mentalitas buruk bagi wajib pajak.
Pernyataan ini menjawab hasil survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada periode 9-12 Juli 2022 melalui telepon dengan 1.246 sampel responden.
"Permanent tax amnesty bisa buruk bagi kepatuhan pajak dalam jangka panjang karena orang akan nyicil kepatuhannya," kata Prastowo dalam Rilis Survei Nasional Indikator Politik Indonesia yang digelar secara virtual, Minggu (31/7/2022).
Berdasarkan hasil survei, umumnya responden cukup mendukung penerapan sanksi tegas (27,9 persen) maupun program PPS kembali dilakukan (26,8 persen) bagi wajib pajak yang tak mengikuti PPS/Tax Amnesty.
Sementara, kelompok responden yang tahu PPS maupun kelompok tahu PPS dan berpendapatan lebih dari Rp4 juta per bulan lebih banyak yang setuju jika PPS kembali diadakan bagi wajib pajak yang tak mengikuti PPS/Tax Amnesty dimana masing-masing 46,5 persen dan 49,5 persen.
"Yang tahu PPS/Tax Amnesty ataupun PPS/Tax Amnesty dan berpendapatan lebih dari Rp4 juta per bulan mereka ingin diberikan kesempatan lagi untuk PPS," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.
Prastowo menjelaskan, jika tax amnesty menjadi permanen, maka wajib pajak akan mencicil kepatuhan tersebut sehingga dikhawatirkan dapat merusak kewibawaan dan kepercayaan kepada otoritas.
"Kami tidak sepakat, harusnya DPR dan pengusaha juga sepakat bahwa kalau pengampunan itu diberikan terlalu sering, akan menciptakan mentalitas yang tidak baik," ungkapnya.
Ada Suara Tax Amnesty Kembali Digelar, Staf Khusus Menkeu: Buruk Bagi Kepatuhan Pajak
Program pengampunan pajak berulang dapat menciptakan mentalitas yang tidak baik bagi wajib pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Anggara Pernando
Topik
Konten Premium