Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom menyampaikan adanya korelasi antara pertumbuhan sektor properti dengan produk domestik bruto atau PDB, sehingga pertumbuhan properti dinilai sangat penting dalam pembentukan PDB Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB meningkat 11,11 persen pada 2021. Sementara itu, peranan sektor real estate terhadap PDB Indonesia mencapai 2,74 persen.
Abdul menyampaikan kredit properti juga mengalami pertumbuhan per Juni 2022, dengan kenaikan sebesar 10,74 persen.
“Jika dibandingkan dengan 2019, justru di 2022 ini memang tumbuh tinggi, akan tetapi kita juga harus memperhatikan situasi lower base, karena di 2020 dan 2021 pertumbuhan di industri properti dan secara keseluruhan memang turun,” kata Abdul dalam webinar series bertajuk “Prospek Pembiayaan Properti di Tengah Ancaman Krisis Global”, Jumat (29/7/2022).
Abdul menyampaikan perkembangan inflasi di sektor perumahan terdiri dari perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Secara umum, katanya, perkembangan harga produk tersebut naik di bawah inflasi umum.
“Komponen inflasi perumahan sebenarnya ada kenaikan dari Januari yang bergerak di bawah 1,5 persen dan melonjak 3,5 persen, khususnya untuk listrik dan bahan bakar rumah tangga,” tambahnya.
Baca Juga
Meski demikian, Abdul mengatakan bahwa inflasi perumahan relatif lebih rendah dibandingkan dengan inflasi secara keseluruhan.
Hingga Juni 2022, rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) kredit properti juga terpantau mulai menyentuh level maksimal sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia, yakni sebesar 5 persen, di antaranya NPL untuk kredit pemilikan ruko atau rukan berada di level 5,11 persen dan konsumsi beragun ruko atau rukan di level 4,80 persen.
Abdul menilai adanya kemungkinan rasio kredit macet tersebut akan menjadi salah satu faktor yang akan berpengaruh terhadap penyaluran kredit untuk properti, khususnya untuk kredit rukan.
Adapun dua hal yang mempengaruhi permintaan rumah. Pertama, short run determinants yang terdiri dari pendapatan, harga rumah, harga barang lain, suku bunga KPR, ketersediaan kredit, kekayaan, dan pajak perumahan. Sedangkan yang kedua, yakni short run determinants meliputi jumlah penduduk, headship rates, dan migrasi.
Lebih lanjut, ekonom Indef itu juga melihat tantangan ke depan untuk sektor properti baik dari sisi demand maupun supply. Dari sisi demand, kata Abdul, sektor properti akan terpengaruh oleh penurunan pendapatan konsumen karena pandemi Covid-19 telah menaikkan tingkat pengangguran yang membuat pendapatan terganggu.
Ada pula tantangan lainnya, yakni adanya kenaikan inflasi daya beli yang menurun, preferensi konsumen seperti membeli atau menyewa perumahan, serta kebijakan pemerintah di bidang harga.
“Demand juga akan sulit kita pacu ketika sektor informal tinggi. Kami berharap ada kebijakan yang tinggi dan strategis untuk menarik sektor informal ke sektor formal, sehingga mereka [masyarakat] setidaknya mendapat memperoleh pendapatan yang pasti,” tuturnya.
Sebab, Abdul menjelaskan dengan memiliki pendapatan yang tetap, maka masyarakat memiliki slip gaji, maka bisa menjadi agunan ke bank dan bisa mengakses pembiayaan di sektor perumahan.