Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah rekomendasi strategi muncul sebagai kiat bagi pemerintah untuk merealisasikan potensi pendapatan senilai Rp100 triliun dari tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) antara periode 2016 - 2021.
Ketua Institute Studi Transportasi (Instran) mengatakan setidaknya terdapat 5 strategi yang layak diterapkan demi mendorong pemasukan negara atau pajak yang terendap akibat ketidakpatuhan wajib pajak (WP) pemilik kendaraan bermotor tersebut.
Pertama, memasifkan penerapan teknologi digital terkait dengan kepemilikan kendaraan bermotor dan ketaatan pembayaran pajak. Menurutnya, pemanfaatan teknologi digital cukup realistis untuk diterapkan saat ini.
"Semestinya, sangat mudah menerapkan teknologi digital untuk hal itu karena dapat dilakukan bekerjasama dengan dealer-dealer dan aparat pemerintah di tingkat Pemda," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (22/7/2022).
Kedua, kepolisian mesti melakukan operasi patuh secara rutin dengan tidak hanya memeriksa kelengkapan SIM dan STNK, tetapi juga bukti pembayaran PKB selama 2 tahun terakhir.
Ketiga, menghapus beban biaya balik nama pajak progresif yang dinilai tidak berkontribusi terhadap pendapatan signifikan. Justru, kata dia, hal tersebut bisa menjadi hambatan bagi kepatuhan warga dalam membayar pajak tahunan.
Baca Juga
Keempat, penegakan hukum melalui pencabutan STNK bagi pemilik kendaraan yang menunggak hingga 2 tahun. Langkah tersebut sesuai dengan amanat UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Kelima, sosialisasi yang lebih massif dari para pihak mengenai pentingnya meningkatkan kepatuhan warga dalam membayar pajak PKB," imbuhnya.
Perlu diketahui, pemerintah berpotensi meraup pendapatan mencapai Rp100 triliun dari penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) antara 2016 - 2021 yang belum lunas. Sampai dengan Desember 2021 tercatat ada sekitar 103 juta kendaran di Kantor Bersama SAMSAT. Namun, hanya sekitar 39 persen atau 40 juta kendaraan yang melunasi PKB.
Adapun, potensi tunggakan pajak kendaraan terbesar ada di Jawa Barat senilai Rp18 triliun, disusul Jawa Timur Rp16 triliun, Jawa Tengah Rp13 triliun, dan DKI Jakarta Rp9 triliun.