Bisnis.com, JAKARTA – Inggris mencatat inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir pada bulan Juni 2022. Hal ini memperburuk krisis biaya hidup dan menumpuk tekanan pada Bank of England menaikkan suku bunga bulan depan.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (20/7/2022), Kantor Statistik Nasional mencatat indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) Inggris naik 9,4 persen dibandingkan Juni 2021 (yoy). Ini merupakan kenaikan terbesar sejak Februari 1982.
Inflasi ini lebih tinggi dari bulan Mei yang mencapai 9,1 persen, didorong oleh lonjakan 9,3 persen harga bahan bakar selama bulan tersebut.
Sementara itu, CPI inti yang tidak termasuk makanan, minuman, tembakau dan energi naik 5,8 persen yoy pada Juni, turun dari level 6,2 persen pada April.
Harga sekarang naik jauh lebih cepat daripada upah. Tekanan bagi rumah tangga akan semakin buruk, dengan perkiraan inflasi mencapai 11 persen pada Oktober ketika kenaikan harga energi lainnya dimulai.
Pada hari Selasa (19/7), serikat pekerja yang mewakili pekerja sektor publik mengancam pemogokan lebih lanjut setelah pemerintah menawarkan kenaikan gaji sebesar pemotongan yang signifikan secara nyata.
Baca Juga
"Inflasi kemungkinan akan tetap tinggi untuk sisa tahun ini, sangat mempengaruhi pendapatan rumah tangga yang tegang," kata Anna Leach, wakil kepala ekonom di Konfederasi Industri Inggris.
Ekonom Bloomberg Dan Hanson mengatakan inflasi Inggris bergerak lebih tinggi lagi di bulan Juni karena kenaikan harga makanan dan bahan bakar. Inflasi ini juga diperkirakan tidak akan turun di bawah 9 persen tahun ini dan bakal melonjak double digit di musim dingin.
“Diambil bersamaan dengan ekspektasi inflasi yang meningkat dan pasar tenaga kerja yang ketat, kami pikir Bank of England tetap di jalur untuk menaikkan suku bunga 50 basis poin pada bulan Agustus," ungkap Dan.
Tekanan pengetatan pada daya beli konsumen mulai melemahkan pertumbuhan, memperlambat pemulihan dari pandemi. Direktur keuangan perusahaan Inggris bersiap untuk penurunan yang lebih berlarut-larut, dengan survei oleh Deloitte menunjukkan banyak yang memperkirakan resesi.
“Biaya hidup yang menekan berarti risiko resesi tinggi,” kata Hussain Mehdi, ahli strategi makro di HSBC Asset Management.