Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Pertemuan G20, Menkeu Arab Saudi Keluhkan Penyebab Krisis Pangan Dunia

Para anggota negara G20 harus mendorong sistem perdagangan yang terbuka, transparan, dapat diprediksi, dan bersifat multilateral sesuai dengan aturan WTO.
Ilustrasi kegiatan di pasar tradisional/Antara
Ilustrasi kegiatan di pasar tradisional/Antara

Bisnis.com, BALI – Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed Al-Jadaan, dalam sesi pertemuan jalur keuangan atau finance track G20 Indonesia, mengusulkan kepada forum agar mengkaji larangan atau restriksi dagang antarnegara karena dapat memicu krisis pangan akibat naiknya harga komoditas pertanian.

Menurutnya, para anggota negara G20 harus mendorong sistem perdagangan yang terbuka, transparan, dapat diprediksi, dan bersifat multilateral sesuai dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.

“Menurut Bank Dunia per 22 Juni, ada 310 perdagangan aktif di 86 negara yang memengaruhi harga makanan dan pupuk,” ujarnya dalam Seminar Internasional: Global Collaboration for Tackling Food Insecurity di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Dia mencontohkan bahwa ketika krisis 2007 dan 2008, pembatasan ekspor berkontribusi sekitar 40 persen dari kenaikan harga barang di sektor pertanian. Oleh karena itu, negara G20 harus meninjau kembali hal itu dengan tujuan agar perdagangan pangan semakin berkembang.

Selain itu, negara G20 harus meningkatkan transparansi dalam rantai nilai dengan mendukung ketersediaan data. Hal ini dengan memperkuat informasi dan data dalam tataran regional dan negara supaya lebih memahami dinamika masalah ketahanan pangan.

“Pengalaman dengan Covid-19 sebagai krisis kesehatan terburuk dalam sejarah umat manusia telah menunjukkan bahwa kerja sama dan kolaborasi global adalah kunci keberhasilan dalam memerangi krisis global,” pungkasnya.

Al-Jaddan menambahkan bahwa saat ini dunia sedang menyaksikan perkembangan yang mengkhawatirkan dalam ketahanan pangan. Harga pangan yang melambung telah memengaruhi negara-negara berkembang akibat ketergantungan impor.

Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), sekitar 2,3 miliar orang atau hampir 30 persen dari populasi dunia mengalami krisis pangan sedang dan parah pada 2021. Di antara mereka, hampir 925 juta atau 11,7 persen dari populasi global sangat rawan pangan.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur FAO Qu Dongyu menyatakan negara G20 harus bekerja sama secara efisien dan efektif untuk mempercepat pertumbuhan di sektor pertanian. Dia pun menegaskan FAO akan bekerja dengan semua pihak untuk mengatasi krisis pangan.

Sebagaimana diketahui, persoalan krisis pangan atau food insecurity menjadi salah satu sorotan pada pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG), yang digelar di Bali pada 15 – 16 Juli 2022.

Gentingnya persoalan ini membuat Presidensi G20 Indonesia mendorong pembahasan lebih lanjut terkait dengan isu krisis pangan. Hal ditujukan agar para negara anggota memiliki komitmen yang sama dalam mengatasi persoalan ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper