Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Indonesia Emas, Industri Pelayaran Perlu Tingkatkan Kapasitas Kapal

Industri pelayaran perlu meningkatkan kapasitas kapal untuk mencapai target Indonesia Emas.
Ilustrasi pelayaran ./ Dok. Armada Samudra Global
Ilustrasi pelayaran ./ Dok. Armada Samudra Global

Bisnis.com, JAKARTA – Industri maritim dan pelayaran Indonesia perlu meningkatkan kapasitas kapal hingga sebanyak 4,6 kali lipat dari kondisi saat ini guna mendukung Indonesia Emas atau Visi Indonesia 2045.

Analis Samudera Indonesia Denny Irawan memaparkan untuk mewujudkan target Indonesia Emas tersebut, Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan.

Mulai dari pemenuhan kebutuhan kapasitas kapal, peremajaan kapal, percepatan investasi di sektor industri pelayaran. Hingga perluasan akses pembiayaan perbankan untuk industri pelayaran domestik, serta peningkatan kapasitas galangan kapal domestik.

Berdasarkan dokumen Visi Indonesia 2045 yang dirilis oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Pemerintah Indonesia menargetkan Indonesia dapat keluar dari jerat middle-income trap pada 2036 dan menjadi negara maju dengan level PDB per kapita sebesar US$23,199 pada 2045.

Sementara itu, dari segi perdagangan internasional, apabila target yang ditetapkan oleh pemerintah terealisasikan, maka total nilai dan volume perdagangan Indonesia pada 2045 diprediksi akan tumbuh 6,8 kali lipat (US$ 305 miliar menjadi US$ 2.064 miliar) dan 5,3 kali lipat (732 juta ton menjadi 3.862 juta ton) dibandingkan dengan pada 2020.

Di sisi lain, hasil perhitungan Samudera Indonesia Research Initiatives (SIRI) menunjukkan bahwa untuk mencapai target nilai dan volume perdagangan internasional tersebut, pada 2045 Indonesia membutuhkan kapasitas kapal sebanyak 4,6 kali lipat (49 juta DWT menjadi 225 juta DWT) dibandingkan dengan pada 2022.

“Ini menjadi tantangan tersendiri untuk Industri pelayaran nasional. Risiko tidak cukupnya ketersediaan kapal untuk mengangkut potensi peningkatan muatan pada akan menyebabkan mismatch antara supply dan demand yang akan berpengaruh terhadap daya saing ekspor Indonesia,” jelasnya, Senin (11/7/2022).

Menurutnya, langkah antisipasi diperlukan untuk menjamin Indonesia dapat meraih potensi-potensi yang timbul dalam jangka panjang dan sekaligus dapat mewujudkan Visi Indonesia 2045.

Di saat yang sama, upaya peningkatan kapasitas kapal nasional juga akan menghadapi tantangan dari sisi peremajaan. Saat ini, rata-rata usia kapal Indonesia relatif lebih tua dibandingkan dengan rata-rata usia kapal global.

Menurutnya, dari sejumlah laporan yang ada, usia kapal menjadi salah satu faktor krusial dikarenakan sangat berkaitan dengan kemungkinan defisiensi dan inspeksi yang berujung pada detensi. faktor usia, tipe, performa flag state, dan jumlah defisiensi.

Sebagai gambaran, saat ini pelaku usaha di Indonesia tentunya sangat bergantung pada moda transportasi laut untuk aktivitas pengiriman barang. Selain karena pengiriman melalui darat tidak memungkinkan alternatif melalui udara juga masih terlalu mahal.Oleh karena itu, tentu ketersediaan kapal yang cukup sangat dibutuhkan.

“Jika melihat perkembangan hingga 2020, maka SIRI mengestimasikan bahwa kapal nasional Indonesia hanya dapat tumbuh mencapai 102.199 unit dengan total kapasitas sebesar 192,11 juta DWT apabila tidak ada dukungan baru yang dapat mengakselerasi perkembangan industri perkapalan dan pelayaran,” imbuhnya.

Selain itu, tantangan pemenuhan kapasitas kapal nasional Indonesia juga berasal dari sisi peremajaan. Berdasarkan publikasi UNCTAD tahun 2021, rata-rata usia kapal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Indonesia lebih tua dua tahun dari rata-rata usia kapal dunia.

Tentunya rata-rata tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan rata-rata usia kapal berbendera Indonesia karena kapal berbendera asing pada dasarnya juga dapat berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Namun, mengingat Indonesia menganut hukum cabotage, maka ada kecenderungan kapal-kapal yang berlabuh di Indonesia adalah kapal-kapal berbendera Indonesia.

Lebih jauhnya, risiko defisiensi yang ditimbulkan dari usia kapal juga berpotensi menyebabkan detensi kapal Indonesia di pelabuhan- pelabuhan negara lain. Terutama negara penganut rezim PSC Tokyo MoU.

Pasalnya, Indonesia telah tergabung dalam rezim ini dan berhasil masuk ke zona white list pada 2020. Sehingga bisa berhasil meningkatkan kepercayaan pemilik kargo untuk mengirimkan barangnya menggunakan kapal- kapal berbendera Indonesia.

Oleh karena itu, upaya pemenuhan kapasitas kapal nasional menuju tahun 2045 juga perlu mempertimbangkan aspek usia kapal sehingga sekaligus dapat mengurangi risiko detensi dan memperlancar arus perdagangan.

Kecenderungan kapal-kapal nasional berusia tua di antaranya disebabkan oleh belum kondusifnya iklim investasi perkapalan di Indonesia dan masih tingginya hambatan pembiayaan perbankan. Perusahaan-perusahaan pelayaran di Indonesia masih cenderung memilih berinvestasi kapal dengan memanfaatkan akses dari luar negeri, misalnya Jepang.

Namun, tidak semua perusahaan pelayaran dapat melakukan hal ini. Perusahaan-perusahaan skala kecil cenderung tidak memiliki akses yang serupa sehingga cenderung memilih untuk membeli kapal bekas dengan usia yang tua namun relatif murah.

Dalam rangka mempersiapkan kapasitas kapal nasional untuk mencapai target Visi Indonesia 2045, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk membuat ekosistem khusus industri maritim di mana di dalamnya terdapat perlakuan khusus pada aspek perpajakan, importasi barang, dan pembiayaan untuk industri maritim.

Misalnya, terkait investasi kapal yang beroperasi untuk lintas negara dan berpotensi mendatangkan devisa dapat dipertimbangkan untuk diberikan tambahan kemudahan dari sisi investasi maupun pembiayaan.

Dia juga berpendapat pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memberikan insentif khusus dalam hal kemudahan berinvestasi kapal berdasarkan jenis penggunaan domestik atau luar negeri.

Selain itu, Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan perbankan untuk mempertimbangkan skema penjaminan lainnya yang memiliki nilai kolateral serupa seperti yang dilakukan perbankan di Jepang, sehingga dapat memudahkan industri pelayaran dan perkapalan untuk mengajukan pinjaman.

Kemudahan dalam berinvestasi dan memperoleh pembiayaan ini nantinya secara tidak langsung akan mendukung pembentukan jumlah kapal nasional yang memiliki usia relatif lebih muda.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper