Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. berharap pemerintah dapat memberikan insentif bagi perbankan dalam pelaksanaan sekuritisasi aset Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia.
Hal ini dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam mendorong sekuritisasi aset KPR sebagai upaya menekan backlog perumahan di Tanah Air yang saat ini telah mencapai 12,75 juta per tahun sesuai data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2020.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo mengatakan sejauh ini peran pemerintah sudah cukup baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Seperti dengan memberikan subsidi bagi MBR yang nilainya hingga saat ini telah mencapai Rp85,7 triliun.
Namun demikian, untuk mengakselerasi serta memaksimalkannya masih dibutuhkan upaya yang lebih ekstra dalam pelaksanaan sekuritisasi tersebut.
Salah satunya, dibutuhkan insentif bagi bank secara umum agar lebih maksimal dalam menyalurkan pembiayaan perumahan, termasuk di dalamnya soal pendanaan.
"Kebijakan terkait sekuritisasi aset harus memberikan keuntungan dan insentif yang baik bagi bank, misalnya relaksasi atas pengenaan pajak, kebijakan agar perbankan dapat lebih berminat di dalam melakukan sekuritisasi baik sebagai originator maupun sebagai investor serta kemungkinan perluasan segmen KPR yang dapat dijadikan sebagai underlying," ujarnya dalam siaran pers, Senin (11/7/2022).
Dengan demikian, sekuritisasi aset akan semakin berkembang ke depannya. Pembangunan dan kepemilikan rumah pun akan semakin baik sehingga jumlah backlog akan terus berkurang secara signifikan.
Bank BTN sebagai Mortgage Bank di Indonesia telah 13 kali menerbitkan sekuritisasi KPR sebagai alternatif sumber pendanaan pembiayaan rumah rakyat sejak 2009 dengan nilai total yang telah diterbitkan sebesar Rp12,2 triliun dan tahun ini juga direncanakan akan diterbitkan kembali.
Sebagai pemain utama dalam pembiayaan perumahan, BTN terus berupaya memacu pembiayaan perumahan atau kredit pemilikan rumah (KPR).
Upaya tersebut dilakukan sebagai pengejawantahan amanat Undang-undang serta memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dan sehat.
Oleh karena itu, sejumlah langkah dan strategi telah ditempuh BTN untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan perumahan.
Mulai dari menggelar berbagai program promosi dan pameran di berbagai daerah, inovasi digital, hingga menjalin kerja sama dengan pengembang atau developer.
Sejak beberapa tahun terakhir BTN pun telah mengembangkan layanan digital banking terkait ekosistem perumahan untuk memudahkan masyarakat dan nasabah dalam memiliki rumah.
Hingga saat ini BTN telah menjalin kerja sama dengan lebih dari 5.000 pengembang dari berbagai segmen, mulai dari kecil hingga besar.
Pengembang menengah dan kecil terus didorong oleh BTN untuk meningkatkan kapasitasnya hingga bisa menjadi pemain yang besar. Dengan demikian, ketersediaan perumahan pun diharapkan akan semakin meningkat.
"BTN bisa berkontribusi dalam mengurangi jumlah backlog yang ada dan seiring dengan hal tersebut sekuritisasi dapat dilakukan secara berkesinambungan," kata Haru.
Berdasarkan data perseroan, Bank BTN berhasil menyalurkan pembiayaan perumahan sebanyak 144.370 unit tahun 2020.
Pada tahun 2021 jumlah pembiayaan perumahan yang disalurkan meningkat menjadi 162.529 unit.
Di sepanjang tahun ini Bank BTN menargetkan mampu menyalurkan pembiayaan perumahan sekitar 200.000 unit.
Dalam, acara Road to G20-Securitization Summit 2022 pada Rabu (6/7), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan masyarakat akan semakin sulit memiliki rumah di tengah tren kenaikan suku bunga acuan yang di beberapa negara mulai mengalami kenaikan inflasi yang pada akhirnya dapat berdampak pada tingginya suku bunga di sektor perumahan.
Pihaknya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat bersinergi dalam mendorong pengembangan pasar pembiayaan perumahan di Indonesia.
Selain itu juga untuk membangun policy framework atau kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia. Salah satunya adalah melalui pengembangan sekuritisasi aset KPR di Indonesia.
Sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang berjangka panjang 15 tahun, dapat menjadi underlying asset yang bisa menjadi sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset (EBA).
Yang saat ini beredar di market dapat berbentuk Kontrak Investasi Kolektik Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP)
Dengan demikian, instrumen sekuritisasi dapat menjadi sebuah skema creative financing dan menjadi sumber pendanaan yang berkelanjutan, untuk kepentingan pembiayaan di sektor perumahan.