Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembelian BBM Subsidi Dibatasi, Pertamina Prediksi Konsumsi Tetap Meledak

Pertamina memproyeksikan tingkat konsumsi masyarakat untuk Pertalite mencapai 28,50 juta KL dan Solar mencapai 17,21 juta KL hingga akhir 2022.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (tengah) mengisi BBM ke kendaraan pelanggan di SPBU Coco Kuningan, Jakarta, Senin (3/9/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (tengah) mengisi BBM ke kendaraan pelanggan di SPBU Coco Kuningan, Jakarta, Senin (3/9/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) memperkirakan tingkat konsumsi masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar akan tetap melebihi kuota yang ditetapkan meski pemerintah berencana membatasi pembelian BBM bersubsidi pada 1 Agustus 2022.

Akibat over kuota penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar, Pertamina mencatat adanya potensi kompensasi dan subsidi yang tidak diganti mencapai Rp39,18 triliun pada akhir 2022.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan kelebihan konsumsi Pertalite dan solar dipicu oleh pemulihan pandemi yang relatif cepat yang belakangan ikut mengerek kegiatan ekonomi masyarakat pada paruh kedua tahun ini.

“Kita prediksikan kalau trennya seperti saat ini, maka untuk Pertalite akan meningkat melebihi kuotanya di 2022 sebesar 23,05 juta KL, dengan tren hari ini maka akan meningkat menjadi 28,5 juta KL,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta (Rabu (6/7/2022).

Adapun, kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang disiapkan pemerintah hanya sebesar 23,05 juta KL pada 2022. Di sisi lain, kuota yang dialokasikan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar hanya sebesar 14,91 juta KL.

Sementara itu, Pertamina memproyeksikan tingkat konsumsi masyarakat untuk kedua jenis BBM murah itu masing-masing mencapai 28,50 juta KL dan 17,21 juta KL hingga akhir 2022.

Sementara itu, rencana pembatasan pembelian JBKP Pertalite dan JBT Solar dipastikan hanya mengurangi potensi kelebihan konsumsi atau over kuota relatif kecil dari alokasi kuota yang sudah ditetapkan pada awal tahun.

“Asumsi kita [pembatasan] dilakukan 1 Agustus 2022 kalau regulasi sudah keluar, maka ini dapat menurunkan 26,7 KL tapi tetap lebih tinggi dibandingkan prognosa masih ada peningkatan 16 persen demikian juga dengan solar,” tuturnya.

Berdasarkan perhitungan Pertamina, pembatasan penggunaan JBKP Pertalite khusus untuk roda 4 plat hitam 1.500 CC ke bawah dan roda 2 250 CC ke bawah hanya mampu mengurangi volume konsumsi Pertalite sebesar 1,78 juta KL menjadi 26,71 juta KL. Konsekuensinya, dengan kuota awal yang ditetapkan 23,05 juta KL, masih terdapat potensi over kuota Pertalite sebesar 3,67 juta KL atau 16 persen lebih tinggi dengan kerugian kompensasi yang tidak diganti sebesar Rp20,65 triliun.

Selain itu pembatasan pada konsumsi solar bakal tetap menyisakan over kuota sebesar 1,44 juta KL atau 10 persen lebih tinggi dari kuota awal yang ditetapkan. Lantaran belum ada penyesuaian kuota JBT solar baru, kelebihan konsumsi itu bakal menimbulkan potensi kerugian sebesar Rp19,25 triliun yang terdiri dari kerugian subsidi Rp0,72 triliun dan kerugian kompensasi mencapai Rp18,53 triliun.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram naik rata-rata 26,58 persen setiap tahunnya selama kurun waktu 2017 hingga 2021. Kenaikkan nilai subsidi itu dipengaruhi fluktuasi harga ICP dan nilai tukar rupiah.

Adapun, realisasi subsidi BBM 2021 mencapai Rp16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar RP7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp93,95 triliun untuk periode 2017 hingga 2021.

Sementara itu, realisasi subsidi LPG 3 kilogram 2021 mencapai Rp67,62 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp3,72 triliun.

Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kilogram 2022 diperkirakan mencapai Rp149,37 triliun atau 192,61 persen dari postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022.

Kemenkeu mencatat lebih dari 90 persen kenaikkan nilai subsidi itu berasal dari alokasi LPG 3 kilogram yang disebabkan oleh kesenjangan antara HJE dengan harga keekonomian yang berlanjut melebar didorong harga minyak mentah dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper