Bisnis.com, JAKARTA — Konsistensi pemerintah diuji untuk tidak lagi menggelar pemutihan pajak setelah baru saja menyelesaikan program pengungkapan sukarela (PPS) atau lebih dikenal dengan tax amnesty jilid 2 juga pada 2017 lalu menggelar Tax Amnesty.
Kini, setelah dua program bergulir, pemerintah kembali berjanji tidak akan menerbitkan kebijakan pemutihan pajak. Pada 7 tahun lalu, tepatnya pada 1 Juli 2016 Presiden Joko Widodo dengan lugas menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan kesempatan pengampunan pajak satu-satunnya. Progam itu dinamai tax amnesty, yang kemudian mnarik perhatian banyak wajib pajak.
"Kesempatan ini tidak akan terulang lagi. Jadi, tax amnesty adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Ini yang terakhir. Yang mau gunakan silakan, yang tidak maka hati-hati," ujar Jokowi kala itu.
Nyatanya, 5 tahun kemudian atau pada 2021 pemerintah menyatakan akan menggelar PPS. Pokok kebijakannya setali tiga uang, wajib pajak yang melaporkan atau mengungkapkan hartanya akan memperoleh tarif pajak khusus—jauh lebih rendah dari tarif jika terkena sanksi ketidakpatuhan pelaporan harta.
Masyarakat kerap menyebut PPS sebagai tax amnesty jilid II atas kesamaan yang ada. Meskipun begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan jajarannya bersikukuh bahwa PPS bukanlah pengampunan pajak, bahkan dalam beberapa kesempatan anak buahnya sampai menjelaskan panjang lebar soal kenapa PPS tak layak disebut tax amnesty kedua.
PPS pun kemudian berlangsung pada 1 Januari 2022, sesuai rencana dalam Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PPS berlangsung selama enam bulan, atau berakhir pada 30 Juni 2022.
Menteri Sri Mulyani telah menggelar konferensi pers mengenai hasil pelaksanaan PPS pada 1 Juli 2022. Tepat pada tanggal yang sama, tujuh tahun setelah Jokowi menyatakan tidak akan ada tax amnesty kedua, Sri Mulyani pun menyebut bahwa tidak akan ada lagi pelaksanaan PPS atau program serupa.
"Kami tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers itu, Jumat (1/7/2022).
Pemerintah merasa cukup percaya diri untuk tidak lagi melakukan program pengampunan pajak, karena katanya telah mengantongi segudang data internal dan eksternal, serta pertukaran informasi (automatic exchange of information/AEoI) dengan negara-negara lain mengenai data aset atau harta kekayaan seseorang. Dengan itu, jumlah harta 'tersembunyi' yang tidak kena pajak akan semakin sedikit.