Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan tingkat inflasi hingga akhir 2022 akan mencapai tingkat 4,5 persen, dipengaruhi oleh lonjakan harga komoditas global akibat disrupsi rantai pasok global dan perang antara Rusia dan Ukraina.
Proyeksi ini lebih tinggi dari proyeksi pemerintah sebelumnya, pada kisaran 2 hingga 4 persen.
“Inflasi sedikit mengalami tekanan di semester II/2022 di kisaran 3,5 , keseluruhan tahun 3,5 hingga 4,5 persen persen. Keseluruhan tahun [inflasi diperkirakan] di kisaran 3,5 hingga 4,5 persen,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, Jumat (1/7/2022).
Sri Mulyani menjelaskan, tekanan dari tingginya harga komoditas masih akan berlanjut di semester II/2022 sehingga berpotensi mendorong inflasi sedikit lebih tinggi dari batas atas sasaran.
Namun demikian, peran dari APBN sebagai shock absorber diharapkan dapat mendukung terjaganya daya beli masyarakat dan terkendalinya laju inflasi.
Adapun, pada hari ini, Jumat (1/7/2022), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi pada Juni 2022 telah mencapai 4,35 persen secara tahunan.
Baca Juga
"Inflasi year on year 4,35 persen ini merupakan inflasi yang tertinggi sejak Juni 2017, di mana inflasi kita 4,37 persen,” kata Kepala BPS Margo Yuwono.
Secara tahunan, makanan minuman dan tembakau menjadi penyumbang inflasi tahunan terbesar dengan andil 0,47 persen dan inflasinya mencapai 1,77 persen.
Secara bulanan, tingkat inflasi pada Juni 2022 mencapai 0,61 persen dan secara tahun kalender tercatat mencapai 3,19 persen.
Komoditas penyumbang utama inflasi pada periode tersebut adalah minyak goreng, cabai merah, dan rokok kretek filter.