Bisnis.com, JAKARTA – Pertemuan Kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta yang telah usai, menghasilkan pre-zero draft ministerial communique.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi menyampaikan, pertemuan kedua tersebut menjadi sangat penting, karena menjadi perantara pertemuan pertama di Yogyakarta dan pertemuan terakhir di Bali akhir Agustus nanti, yang akan membahas Ministerial Communique.
Guna menghasilkan Ministerial Communique, sebanyak 19 sesi workshop yang membahas tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim pun telah dilaksanakan.
“Pertemuan sudah menghasilkan satu dokumen yang disebut pre-zero draft yang merupakan dokumen awal, yang akan dibahas terus hingga Agustus mendatang dan menghasilkan dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability,” ujarnya, seperti keterangan resmi yang dikutip, Rabu (29/6/2022).
Laksmi menerangkan lebih lanjut, pre-zero draft communique akan ditindaklajuti dengan beberapa pertemuan sampai dengan pertemuan tingkat menteri di Bali. Communique akan memuat elemen-elemen atau paragraf-paragraf yang mencerminkan komitmen.
Laksmi memberikan contoh misalnya, nanti G20 berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya-upaya untuk pengendalian perubahan iklim untuk atau agar bisa berkontribusi dalam menjamin kenaikan rata-rata suhu permukaan global tidak naik atau tidak lebih dari 1,5 C. Kemudian terdapat juga komitmen mendorong negara-negara maju untuk bisa memenuhi rencana pledge atau janjinya untuk memberikan pendanaan bagi negara-negara berkembang.
Baca Juga
“Communique ini merefleksikan hal-hal yang dibahas dalam pertemuan dan hal-hal yang ingin disampaikan oleh negara G20 di dalam EDM-CSWG ini sebagai komitmen, seruan, dan sebagai suatu rencana ke depannya,” terang Laksmi.
Menurutnya, dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia mempunyai kesempatan untuk menetapkan agenda besar G20. Terdapat 3 agenda utama, yaitu: (1) kontribusi kepada global health architecture, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19; (2) digital transformation untuk mendukung economic growth; dan (3) energy transition.
“Dengan ditetapkannya 3 tema ini yang kemudian diturunkan dalam masing-masing Working Group, maka Indonesia memiliki kesempatan untuk mengedepankan dan menyuarakan agenda-agenda Indonesia untuk kemudian dilakukan atau diterima sebagai agenda negara-negara G20. Inisiatif yang dilakukan Indonesia selama ini di tingkat nasional akan diperkenalkan dan ditiru, serta bekerjasama dengan berbagai negara tidak hanya G20 tapi juga negara-negara mitra. Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan,” terang Laksmi.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Sigit Reliantoro menyampaikan bahwa pada bagian EDM, pertemuan kedua ini telah membahas mengenai Land Degradation, Halting Biodiversity Loss, Integrated and Sustainable Water Management, Resource Efficiency and Circular Economy, Marine Litter, Ocean Conservation, dan Sustainable Finance.
Sedangkan pada bagian CSWG terdapat 3 isu, yaitu: (1) bagaimana peran co-benefit antara aksi mitigasi dan aksi adaptasi untuk bisa menyiapkan suatu kondisi atau komunitas yang punya ketahanan iklim; (2) bagaimana memperkuat aksi dan kerja sama kemitraan khusus untuk inisiatif pengelolaan laut yang berkelanjutan; dan (3) bagaimana mendorong dan mempercepat implementasi dari NDC dengan pendekatan atau transisi yang berkelanjutan dari kondisi sekarang menjadi kondisi yang rendah karbon dan berketahanan iklim.
“Melihat jalannya konferensi tadi, kita mendapatkan apresiasi mengenai isu-isu dan bagaimana kita bisa menggabungkan concern dari negara-negara G20 ini,” ungkap Sigit.
Sigit melanjutkan, dari EDM terdapat agenda dari kebijakan Presiden Joko Widodo mengenai pemulihan gambut dan pemulihan mangrove yang didorong untuk menjadi agenda G20.
Menurutnya hal itu merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, namun peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena dapat menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.
“Kawasan gambut juga berfungsi sebagai pengatur air, dan mangrove berfungsi untuk pengurangan bencana seperti tsunami dan sebagainya. Itu penting bukan hanya saja bagi Indonesia namun juga bagi dunia,” ungkap Sigit