Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Sentral di Asia Kuras Cadangan Devisa

Cadangan devisa bank sentral di Asia mulai menunjukkan penurunan sejalan dengan upaya stabilisasi mata uang dalam negerinya.
Tokyo Stock Exchange atau Bursa Saham Tokyo, Jepang./ Kiyoshi Ota - Bloomberg
Tokyo Stock Exchange atau Bursa Saham Tokyo, Jepang./ Kiyoshi Ota - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral di Asia mulai menguras cadangan devisanya untuk menjaga stabilitas nilai mata uang domestik melawan penguatan dolar AS.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (28/6/2022), cadangan The Bank of Thailand turun menjadi US$221,4 miliar per 17 Juni, menjadi yang terendah dalam 2 tahun terakhir.

Data bulanan menunjukkan simpanan Indonesia menjadi yang terkecil sejak November 2020. Adapun, cadangan di Korea Selatan dan India mencapai yang terendah lebih dari 2 tahun.

Sementara itu, cadangan Bank Negara Malaysia jatuh ke level terendah sejak 2015.

"Sejumlah negara akan menggunakan cadangannya untuk menstabilkan mata uang ketika pergerakannya terlalu berlebihan," kata manajer portofolio makro global GAMA Asset Management Rajeev De Mello.

Sebagai pelajaran krisis moneter di Asia pada 1997, para bank sentral menggendutkan cadangan dolar mereka untuk melindungi mata uang selama periode pasar yang berayun-ayun.

"Mereka mengetahui bahwa mereka tidak dapat membalik kelemahan pada mata uangnya untuk melawan dolar AS, tetapi mereka bisa mempermulus penurunannya," tambah De Mello.

Thailand dan Indonesia menjadi contoh bank sentral yang telah berkomitmen untuk mengurangi volatilitas pada mata uang mereka seiring dengan Federal Reserve (The Fed) yang menunjukkan sikap hawkish.

Bangko Sentral ng Pilipinas akan membiarkan pasar yang menentukan nilai peso terhadap dolar dan hanya akan mengintervensi pada pengendalian volatilitas mata uang.

Goldman Sachs Group Inc. memprediksi negara-negara ini akan terus menunjukkan penurunan keuangan eksternal dan sentimen risk off akibat pengetatan The Fed.

Seperti diketahui, bank sentral AS ini telah memberikan sinyal kenaikan suku bunga acuan lanjutan pada Juli dengan kemungkinan sebesar 75 basis poin.

Mata uang di Asia terperosok di posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir di mana peso Filipina pada Senin lalu (27/6/2022) merosot ke level terlemahnya sejak 2005, sementara rupee India turun ke rekor terendah pada pekan lalu.

Wakil Kepala Penelitian Ekonomi Asia HSBC Holdings Plc. Frederic Neumann menilai bank sentral di Asia cenderung bersandar melawan angin yang artinya mengikuti kebijakan moneter dengan suku bunga acuan tinggi untuk mengendalikan inflasi.

"Pembalikan tren membutuhkan lebih banyak penarikan dolar AS yang lebih luas yang mungkin hanya mulai terjadi begitu investor dapat melihat dengan lebih jelas akhir dari siklus pengetatan The Fed."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper