Bisnis.com, PANGKALPINANG- PT Timah Tbk. (TINS) menganggarkan dana sekitar Rp100 miliar untuk kebutuhan ekspansi pengembangan kapasitas pabrik hilirisasi timah guna mengejar target peningkatan kapasitas minimal dua kali lipat tahun ini.
Sejatinya, kapasitas terpasang pabrik hilirisasi perseroan tahun lalu pun belum terpakai secara optimal.
Realisasi produksi salah satu pabrik tin chemical milik PT Timah Industri di Cilegon, Banten, tahun lalu hanya sekitar 7.000 ton, padahal kapasitas terpasang mencapai 10.000 ton per tahun. Tin solder juga hanya terealisasi sekitar 2.000-an ton dari kapasitas sekitar 4.000 ton per tahun.
Meski begitu, tahun ini perseroan tetap harus meningkatkan kapasitas terpasang pabrik ini setelah pemerintah membuka wacana bakal melarang ekspor balok timah mulai akhir tahun ini.
Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk., Purwoko, mengatakan bahwa jika mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2022, anggaran investasi pengembangan pabrik berkisar antara Rp80 miliar hingga Rp100 miliar.
Dirinya optimistis perseroan mampu menyelesaikan pengembangan kapasitas tersebut tahun ini, sebab peningkatan kapasitas ini tidak serumit seperti ketika perseroan membangun pabrik ini untuk pertama kalinya. Biayanya pun tidak semahal pembangunan pabrik dari awal.
Baca Juga
Sebagai contoh, untuk pabrik tin chemical di Cilegon pada 2010 lalu dengan kapasitas terpasang 10.000 ton per tahun menghabiskan dana sekitar Rp250 miliar. Itu sudah termasuk biaya lahan, pengembangan fasilitas pendukung, dan reaktor inti.
"Kalau membangun lengkap, waktunya tentu tidak keburu, tetapi kalau hanya menambah reaktor inti, itu bisa kita order, 3 bulan bisa jadi," katanya, Rabu (22/6) malam.
Perusahaan juga memiliki reaktor lain yang bisa dialihkan untuk kebutuhan produk hilir ini, sehingga tidak membutuhkan tambahan investasi yang besar.
Satu reaktor biasanya harganya sekitar Rp35 miliar. Kapasitas cukup untuk memproduksi 8.000 ton per tahun. Dengan demikian, jika ingin meningkatkan kapasitas minimal dua kali lipat atau menambah 10.000 ton per tahun, maka hanya butuh dua reaktor senilai Rp70 miliar.
"Untuk memproduksi dobel [dibanding kapasitas tahun lalu] tentu bisa," katanya.
Sementara itu, untuk kebutuhan pengembangan kapasitas pabrik tin solder, kebutuhan investasinya juga relatif tidak besar. Nilai pembangunan pabrik awal dulu sekitar Rp45 miliar. Dirinya menaksir nilainya tidak akan jauh berbeda.
Adapun, tahun ini perseroan mengganggarkan belanja modal atau capital expenditure (Capex) antara Rp1,8 triliun hingga Rp2 triliun. Selain untuk peningkatan kapasitas pabrik, dana tersebut juga dipersiapkan untuk peningkatan kapal untuk penambangan bawah laut.
Peningkatan kapasitas pabrik sejatinya bukan merupakan isu yang sulit ditangani perseroan. Tantangannya justru pada memastikan bahwa produk hilir tersebut dapat diterima oleh pasar.
Tahun lalu, produksi tin chemical perseroan hanya sekitar 7.000-an ton, sedangkan tin solder hanya 2.000-an, jauh lebih rendah dari kapasitas terpasangnya.
Kontribusi tin chemical dan tin solder terhadap total pendapatan pun masing-masing hanya 7,5 persen dan 1,4 persen dari total pendapatan 2021.
Inilah yang kini menjadi tantangan yang sedang didiskusikan perseroan, baik bersama PT Timah Industri selaku pelaksana, maupun dengan Mind.Id selaku holding.