Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Balas Dendam! Putin Pangkas Pasokan, Eropa Darurat Gas

Putin tidak main-main untuk menjadikan energi sebagai senjata melawan dukungan Eropa kepada Kiev.
Presiden Rusia Vladimir Putin memasuki aula untuk bertemu dengan kandidat yang berpartisipasi dalam pemilihan presiden sesi terakhir, di Kremlin di Moskow./Reuters
Presiden Rusia Vladimir Putin memasuki aula untuk bertemu dengan kandidat yang berpartisipasi dalam pemilihan presiden sesi terakhir, di Kremlin di Moskow./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Eropa sedang menghadapi status darurat gas setelah Rusia memperketat pasokan ke kawasan.

Presiden Rusia Vladimir Putin tidak main-main untuk menjadikan energi sebagai senjata melawan dukungan Eropa kepada Kiev.

Salah satu yang paling terdampak adalah Jerman. Negara ini menghadapi situasi serius setelah Rusia memangkas pasokan gas hingga 60 persen bagi sebagian negara di Uni Eropa sejak perang di Ukraina.

"Ini adalah situasi yang serius, situasinya tegang," kata Menteri Perekonomian Jerman Robert Habeck dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi ARD pada Kamis, dilansir Bloomberg pada Sabtu (18/6/2022),

Dia mengungkapkan bahwa ini adalah uji coba kekuatan antara sekutu Barat dan Rusia.

Kondisi darurat dipicu setelah Kremlin memangkas sekitar 60 persen aliran pada pipa Nord Stream yang memompa gas langsung ke Jerman.

Pengiriman yang berkurang memiliki efek kumulatif bagi Prancis, Austria dan Republik Ceko.

Penerimaan salah satu konsumen gas terbesar di Eropa, Uniper SE Jerman berkurang 60 persen dari pesanannya.

Uniper mengandalkan lebih dari setengah kebutuhannya kepada Rusia di bawah kontrak jangka panjang. Beberapa di antaranya akan berakhir pada 2030-an. Perusahaan mengatakan sedang mengganti volume yang hilang dengan gas dari sumber lain.

Sementara itu, Gazprom PJSC Rusia mengatakan hanya akan memasok separuh dari permintaan gas Italia. Adapun, Engie SA Prancis dan OMV AG Austria juga mengatakan mendapat jatah yang lebih sedikit.

Penutupan keran gas ini akan semakin menambah tekanan pada harga energi yang sudah menjulang dan memukul perekonomian di kawasan. Bahkan, tindakan ini juga akan mengancam persatuan Uni Eropa.

Harga acuan gas alam Eropa melonjak ke level tertinggi sekitar 50 persen dalam sepekan.

Jika Rusia benar-benar menutup pipa utamanya, kawasan ini akan kehabisan pasokan pada Januari, menurut konsultan Wood Mackenzie Ltd.

Permasalahannya, wilayah ini tidak memiliki alternatif yang cukup untuk jaringan pipa Rusia, terutama untuk musim dingin yang akan datang.

Perlu diketahui, Eropa bergantung pada pasokan gas Rusia hingga 40 persen. Kawasan ini telah membatasi ketergantungannya pada Rusia sejak invasi ke Ukraina awal tahun ini.

Negara di benua itu telah mengimpor gas alam cair dari AS, memanfaatkan pasokan dari Norwegia dan menandatangani perjanjian untuk meningkatkan impor gas dari Aljazair dan Israel.

"Pemangkasan lebih lanjut akan membuat pengisian pasokan kembali lebih menantang di level Uni Eropa dan akan menguji persatuannya yang rapuh. Ini akan berlanjut sampai keran benar-benar mati," ujar seorang profesor Paris Institute of Political Studies Thierry Bros.

Regulator energi di Jerman, BNetzA menyebutkan Jerman sedang mempertimbangkan berbagai opsi untuk mengurangi permintaan seperti mengizinkan pemilik gedung mengurangi pemanas di musim dingin dan menerapkan lelang bagi perusahaan untuk menjual hak konsumsi energi mereka.

“Berkurangnya pengiriman gas Rusia saat ini dapat menempatkan kita semua – konsumen serta industri – dalam situasi yang sangat serius,” ungkap Kepala BNetzA Klaus Mueller melalui akun Twitter.

Pemangkasan pasokan juga dapat memicu Italia menyusun rencana pemenuhan pasokan gas secara darurat pada pekan depan. Langkah itu dikhawatirkan akan meningkatkan ketergantungan pada bahan bakar kotor.

"Semua bergantung kepada mekanisme pembagian gas antar negara UE dan keputusan peraturan tentang bagaimana berbagi gas yang tersedia di dalam negara,” terang peneliti Oxford Institute for Energy Studies Jonathan Stern.

Sebelumnya pada Jumat, Komisi Eropa merekomendasikan agar Ukraina mendapatkan status kandidat setelah perjalanan Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Italia Mario Draghi ke Kiev.

Dalam pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, Draghi menuduh Rusia berbohong dengan alasan pemeliharaan teknis setelah pemangkasan gas yang melalui Nord Stream.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper