Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali murka terhadap kelakuan kepala daerah. Pasalnya, anggaran pemerintah daerah atau pemda yang masih tersimpan di bank pada Mei 2022 mengendap hingga Rp200,7 triliun.
Penumpukan saldo biasanya terjadi menjelang akhir tahun, tetapi saat ini sudah mengendap sehingga Kementerian Keuangan memerintahkan optimalisasi belanja.
Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa dana pemda yang berada di bank mengalami kenaikan dari bulan-bulan sebelumnya. Pada akhir 2021, saldo pemda di bank tercatat Rp113,38 triliun, lalu pada Januari 2022 menjadi Rp157,97 triliun, Februari Rp183,3 triliun, Maret Rp202,3 triliun, April Rp191,5 triliun, dan kembali naik pada Mei.
Sri Mulyani menyebut bahwa mengendapnya dana pemda di bank membuat penyaluran anggaran dari pusat menjadi tidak optimal. Dia menyayangkan hal tersebut karena transfer dana ke daerah menjadi tidak memberikan manfaat yang optimal dengan segera kepada masyarakat.
"Jika kami transfer terus mendem di bank artinya kecepatan kita untuk membelanjakan instrumen yang penting ke daerah enggak jalan. Kita kan enggak sekadar belanja," ujar Sri Mulyani pada Kamis (16/6/2022).
Dia menyebut bahwa begitu pemda memperoleh dana, mereka langsung menggunakannya untuk belanja pegawai—yang notabene merupakan belanja wajib dan rutin. Namun, menurut Sri Mulyani, pemda cenderung lambat dalam melakukan belanja lain, tercermin dari meningkatnya saldo di perbankan.
Baca Juga
"Yang perlu dipikirkan kenapa belanja barangnya banyak, kenapa belanja modal kurang, padahal masyarakat masih butuh karena masih ada kemiskinan," ujar Sri Mulyani.
Dia menyebut bahwa nominal saldo tersimpan tertinggi berada di wilayah Jawa Timur, yakni mencapai Rp25,84 triliun. Selain Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi tiga provinsi dengan anggaran tertinggi yang masih berada di bank.
Hampir seluruh wilayah mencatatkan kenaikan saldo di perbankan per Maret 2022 dari bulan sebelumnya, kecuali misalnya Papua dan Bali. Adapun, simpanan terendah di bank berada di Sulawesi Barat, yakni senilai Rp1,15 triliun.