Bisnis.com, JAKARTA - Lonjakan inflasi di Amerika Serikat sebesar 8,6 persen per Mei diyakini akan mendorong Federal Reserve menaikkan suku bunga ke level tertinggi hingga 75 basis poin (BPS) pada pertemuan pekan ini.
Para pejabat bank sentral AS atau The Fed akan segera melakukan pertemuan dua hari mulai Rabu siang (16/2/2022) di Washington.
Di konferensi persnya pada awal Mei, Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan sinyal kenaikan 50 BPS pada Juni dan Juli, asalkan data perekonomian sesuai target.
Namun, dengan angka inflasi yang di luar ekspektasi, para investor mulai mempertaruhkan kenaikan hingga 75 basis poin pada pekan ini.
Aksi selloff saham di Asia terjadi pada Selasa pagi setelah tenggelam di pasar bearish yang dibarengi dengan kenaikan imbal hasil obligasi.
Para pelaku pasar juga langsung terimbas di mana indeks MSCI Inc., Asia-Pacific jatuh 1,5 persen. Bursa di Jepang, China, dan Hong Kong memerah.
Baca Juga
Adapun, indeks harga berjangka di AS stabil setelah penurunan tiga hari S&P 500 hampir sebesar 9 persen.
Ekonom di perbankan terbesar Wall Street juga langsung mengoreksi proyeksinya. Goldman Sachs Group Inc., dan Nomura Holdings Inc. beralih ke kenaikan 75 basis poin pada pekan ini dan pertemuan The Fed pada Juli.
JPMorgan Chase & Co. juga meyakini kenaikan 75 BPS pada pekan ini. Adapun Barclays Plc dan Jefferies mengubah prediksinya menjadi lebih besar.
"Hasil CPI pada Jumat menunjukkan kenaikan pada imbal hasil bersamaan dengan selloff pada kripto sepanjang akhir pekan, [ini] akan membebani sentimen investor dan mendorong pasar lebih rendah," kata ahli strategi JP Morgan Marko Kolanovic, dikutip Bloomberg pada Selasa (14/6/2022).
Kendati demikian, Kolanovic masih meyakini The Fed akan bergerak di 50 BPS. Pandangan itu berbeda dengan Kepala Ekonom JP Morgan Michael Feroli yang memprediksi kenaikan 75 BPS.
Powell dan pejabat lainnya dikritik karena dianggap terlalu lamban dalam menghapus stimulus darurat pandemi dan membiarkan inflasi naik ke level tertinggi dalam 40 tahun.
Pada Jumat, indeks harga konsumen naik menjadi 8,6 persen pada Mei dibandingkan dengan tahun lalu. Angka itu melampaui seluruh melampaui perkiraan, menandakan inflasi semakin mengakar.
Data University of Michigan menunjukkan bahwa sentimen konsumen pada awal Juni turun ke level terendah.
Selain itu, responden meyakini inflasi akan mencapai 3,3 persen dalam 5 - 10 tahun mendatang, yang tertinggi sejak 2008 dan naik dari 3 persen sesuai survei pada Mei.
Sementara itu, survei yang dilakukan oleh The Fed New York menunjukkan bahwa media inflasi pada Mei naik ke 6,6 persen, yang tertinggi sejak survei pertama kali dilakukan pada 2013. Namun, inflasi akan stabil di 3,9 persen pada 3 tahun ke depan.
"Begitu The Fed mulai bergerak di 75 BPS, akan sulit untuk berhenti, dan kombinasi dari [kenaikan] ini dan pendekatan The Fed terhadap inflasi menjadi resep untuk resesi,” tulis Krishna Guha dan Peter Williams dari Evercore ISI dalam sebuah catatan kepada klien.
Pergerakan 75 basis poin juga dapat mengikis kredibilitas The Fed, bahwa betapa buruknya proyeksi The Fed terhadap pemulihan pasca-pandemi.