Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu alasan pemerintah menghapus tenaga kerja honorer pada 2023 yakni dalam rangka memberikan penghasilan yang layak sesuai upah minimum regional (UMR).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menjalankan strategi penataan tenaga non-aparatur sipil negara atau non-ASN pada pemerintah pusat maupun daerah adalah bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.
Sebab tidak jelasnya sistem rekrutmen tenaga honorer berdampak pada pengupahan yang kerap kali dibawah UMR. Sebut saja gaji guru honorer yang kerap kali hanya berada di kisaran ratusan ribu per bulannya.
Baca Juga
Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menegaskan strategi ini adalah amanat Undang-undang No. 5/2014 tentang ASN yang disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Tenaga honorer sekarang kesejahteraannya jauh dibawah UMR. Pemerintah dan DPR mencari jalan agar kompensasi tenaga honorer bisa setara dengan UMR," jelas Tjahjo, dikutip dari keterangan resminya, Minggu (5/6/2022).
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, UMP DKI Jakarta pada 2022 menjadi yang tertinggi sebesar Rp4.641.854 dan UMP terendah berada di wilayah Jawa Tengah yaitu Rp1.812.935,43.
Bahkan gaji honorer tersebut kalah dari tenaga outsourcing seperti satpam, pengemudi, petugas kebersihan, dan pramubakti yang gajinya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.02/2021 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2022.
Dalam PMK tersebut tercatat honorarium untuk satpam dan pengemudi bervariasi sesuai dengan wilayahnya. Honorarium terendah berada di angka Rp2.177.000 untuk Jawa Tengah dan tertinggi di Jakarta yaitu Rp5.344.000 per bulan.
Hal serupa juga berlaku untuk tenaga petugas kebersihan dan pramubakti yang masing-masing honornya di wilayah tersebut yaitu Rp.1.979.000 dan 4.858.000 per bulan.
Dengan skema itu, pengangkatan tenaga non-ASN harus sesuai dengan kebutuhan instansi. Untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai UMR, maka model pengangkatannya melalui outsourcing.
Artinya dengan pengangkatan honorer menjadi PPPK, gaji yang diterima akan lebih besar sesuai dengan Peraturan Presiden No. 98/2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK.
"Yang saat ini statusnya honorer tidak langsung diberhentikan tahun 2023. Tenaga non-ASN tetap dibutuhkan, hanya saja pola rekrutmennya ke depan harus sesuai kebutuhan mendapat penghasilan layak, setidaknya sesuai UMR," tegas Tjahjo.