Bisnis.com, JAKARTA — Tesla Inc. memproduksi baterai mobil listrik tanpa bahan baku kobalt pada kuartal I/2022. Tren tersebut dinilai mengharuskan Indonesia sebagai pemasok salah satu bahan baku utama agar lebih jeli menatap peluang.
Kobalt merupakan mineral ikutan dalam bijih nikel laterit, yang menurut informasi resmi Kementerian ESDM, jumlah total sumber daya tersebut di Tanah Air sebanyak 7,2 juta ton dengan cadangan 1,2 juta ton.
Mengutip Teslarati.com Minggu (5/6/2022), hampir separuh dari mobil listrik yang diproduksi oleh Tesla pada kuartal I/2022 dilengkapi dengan baterai cobalt-free lithium iron phospate (LFP).
Setidaknya, terdapat 150.000 unit mobil listrik yang diproduksi Tesla dilengkapi dengan komponen baterai LFP di sepanjang kuartal pertama tahun ini.
Menanggapi kondisi itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai Indonesia yang mengandalkan nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik harus lebih jeli untuk menjaga peluang di pasar mobil listrik ke depannya.
"Elon musk sedang mengurangi penggunaan kobalt. Mereka lagi mencari lithium cobalt-free yang lebih murah dan friendly terhadap lingkungan. Indonesia masih ada peluang kalau jeli," ujar Fithra ketika dihubungi, Minggu (5/6/2022).
Baca Juga
Sejauh ini, baterai LFP belum banyak digunakan oleh produsen mobil listrik dunia. Di Amerika Serikat dan Kanada, hanya 3 persen mobil listrik yang diproduksi menggunakan baterai LFP.
Baterai LFP paling banyak diproduksi di China, yakni sebanyak 44 persen dari total produksi di pasar nasional. Menurut Fithra, kejelian Indonesia dalam melihat peluang di industri mobil listrik di tengah munculnya tren penggunaan baterai LFP sangat diperlukan guna memberikan sinyal lebih kepada para investor.
"Tesla ini, kalau mampu digandeng akan memberikan efek sinyal ke pemain lain. Banyak investor yang bisa ditangkap, di antaranya Hyundai dan Toyota," ujarnya.