Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Kejar Target Ratifikasi RCEP pada Semester I/2022

Indonesia saat ini masih dalam tahap akhir proses ratifikasi persetujuan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Perundingan Asean Kementerian Perdagangan menyebut Indonesia saat ini masih dalam tahap akhir proses ratifikasi persetujuan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Saat ini, Kemendag menyebut ratifikasi persetujuan RCEP diharapkan dapat segera disahkan pada semester 1 tahun ini.

Direktur Perundingan Asean Dina Kurniasari mengatakan kebrdaan RCEP diharapkan dapat meredam gejolak harga dan ancaman terhadap rantai pasok global (global value chain/GVC) saat ini yang salah satunya diakibatkan perang Rusia-Ukraina.

Menurutnya, perang Rusia-Ukraina mengakibatkan disrupsi terhadap GVC yang sudah dibangun lama. Tak hanya itu, perang tersebut juga mengerek harga produk-produk pertanian dan komoditi esensial seperti pupuk, gandum, dan lain-lain, dimana negara anggota RCEP juga merupakan importir utama produk tersebut.

“RCEP tersebut daapat memperkuat GVC dan mendorong peningkatan perdagangan antar negara anggota RCEP yang bersifat complimentary dan mendorong diversifikasi produk, mendorong industrialisasi untuk meningkatkan value added products yang awalnya berbasis komoditas,” ujar Dina kepada Bisnis, Minggu (29/5/2022).

Indonesia sendiri telah menandatangani persetujuan RCEP pada tanggal 15 November 2020 telah berlaku efektif atau entry into force pada tanggal 1 Januari 2022 oleh 10 negara anggotanya yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, China, Jepang, dan Selandia Baru.

Korea Selatan pada tanggal 1 Februari 2022, Malaysia tanggal 18 Maret 2022, Myanmar saat ini masih menunggu keputusan 14 negara anggota RCEP terkait implementasi Persetujuan RCEP.

“Persetujuan RCEP ini bersifat lebih dalam dan luas serta mengharmonisasikan komitmen pada Asean+1 FTA sebelumnya, khususnya terkait fasilitasi perdagangan. Selain itu, keunggulan RCEP terletak pada aturan-aturan yang mendorong penguatan rantai pasok regional atau regional value chain yang akan memudahkan pelaku usaha dalam mendapatkan bahan baku dari seluruh negara peserta RCEP,” ungkap Dina.

Dina mengatakan berdasarkan hasil analisis pemerintah pada 2020, apabila Indonesia bergabung dalam RCEP maka Produk Domestik Bruto Indonesia pada 2040 akan meningkat sebesar 0,07 persen dan nilai ekspor meningkat sebesar US$5,01 miliar, meskipun nilai impor berpotensi meningkat sebesar US$ 4,03 miliar.

Dari segi neraca perdagangan, Indonesia akan mengalami surplus pada  2022 sebesar US$ 256 juta, dan akan mengalami peningkatan surplus sebesar US$ 979,30 juta pada 2040, atau 2,5 kali lipat lebih besar dibandingkan bila tidak bergabung dalam RCEP.

Sementara itu, Kamar Dagang Indonesia atau Kadin mendesak agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi RCEP supaya tidak tertinggal di kawasan dan bisa secara maksimal mendorong kinerja ekonomi nasional. Sebab, Indonesia bisa memanfaatkan RCEP untuk ekspor, investasi dan juga untuk melindungi diri dari potensi kebijakan yang proteksionis, bias atau tertutup terhadap kepentingan ekspansi dagang dan investasi Indonesia.

Wakil Ketua Kadin III Shinta W. Khamdani mengatakan RCEP sejatinya memiliki peran yang sangat fungsional dan strategis dalam mendorong peningkatan ekspor dan investasi untuk Indonesia. Menurut dia, RCEP bakal menciptakan stabilitas relasi dagang dan memberikan tingkat perlindungan tertentu untuk Indonesia dan negara-negara dalam lainnya dari kebijakan-kebijakan dagang dan ekonomi yang bersifat proteksionis atau bias kepentingan, misalnya pro Rusia atau anti-Rusia di kawasan.

“Meski begitu secara riil Indonesia belum bisa memanfaatkan potensi tersebut karena kita terkendala ratifikasi yang belum selesai. Karena itu, kami juga sangat mendesak pemerintah untuk mempercepat ratifikasi RCEP,” kata Shinta kepada Bisnis, Minggu (29/5/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper