Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendesak pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Menurut Wakil Ketua Kadin III Shinta W Kamdani, ratifikasi RCEP penting dalam rangka memastikan Indonesia tidak tertinggal di tingkat kawasan. Pasalnya, RCEP dinilainya memiliki peran yang sangat fungsional dan strategis dalam mendorong peningkatan ekspor dan investasi untuk Indonesia.
Shinta juga menggarisbawahi jika RCEP bakal menciptakan stabilitas relasi dagang dan memberikan tingkat perlindungan tertentu. Terutama untuk Indonesia dan negara-negara dalam lainnya, dari kebijakan-kebijakan dagang dan ekonomi yang bersifat proteksionis atau bias kepentingan seperti pro Rusia atau anti-Rusia.
“Meski begitu secara riil Indonesia belum bisa memanfaatkan potensi tersebut karena kita terkendala ratifikasi yang belum selesai. Karena itu, kami juga sangat mendesak pemerintah untuk mempercepat ratifikasi RCEP,” kata Shinta kepada Bisnis, Minggu (29/5/2022).
Menurut Shinta, apabila suatu negara sudah menandatangani dan meratifikasi RCEP sebagai perjanjian dagang, hal tersebut akan bersifat mengikat negara-negara anggota dalam memberikan akses pasar yang dijanjikan atau dikomitmenkan dalam kesepakatan.
Misalnya salah satu negara RCEP tidak mau memberikan privilese dagang atau investasi ke negara RCEP lain karena alasan yang proteksionis atau bias kepentingan, secara legal formal hal tersebut tidak bisa dilakukan. Andai tetap dilakukan, negara RCEP yang dirugikan bisa menuntut ganti rugi kepada negara yg bersangkutan.
“Karena itu perjanjian ini sangat strategis menciptakan stabilitas relasi ekonomi di kawasan di tengah instabilitas geopolitik global saat ini,” tambahnya.
Selain itu, ujar Shinta, RCEP juga bisa difungsikan untuk mempermudah subtitusi dagang dan meminimalisir efek kekurangan pasokan, khususnya terhadap produk pangan di kawasan karena RCEP secara signifikan menurunkan hambatan perdagangan dalam bentuk tarif maupun non-tarif untuk berdagang di kawasan negara- negara RCEP.
Dengan demikian, risiko terhadap instabilitas ekonomi seperti inflasi yang tidak terkendali karena masalah harga atau kelangkaan suplai produk pangan dan energi bisa diminimalisir.
Pemilik dan Chief Executive Officer Sintesa Group tersebut mencontohkan dalam hal kelangkaan gandum di pasar global, RCEP bisa membantu negara-negara Asean yang kesulitan memperoleh suplai gandum karena konflik di Ukraina atau larangan ekspor gandum India, bisa mencari alternatif gandum dari Australia.
Meskipun, menurut Shinta pada dasarnya harga jual gandum tersebut akan mengikuti harga gandum di pasar global, RCEP bisa menurunkan beban impor karena RCEP memberikan konsesi tarif 0 persen untuk eksppr gandum Australia ke negara-negara RCEP.
“Ini signifikan karena produk seperti gandum tanpa RCEP umumnya dikenakan tarif yang cukup mahal atau sekitar 21,8 persen di 2018 dan bisa lebih serta bisa ditambah pengkuotaan volume impor. Jadi RCEP bisa menekan potensi inflasi dari komponen harga pangan secara signifikan.”
Sekadar informasi, Indonesia resmi menandatangani perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada 15 November 2022. Penandatanganan dilakukan di Istana Bogor oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di sela-sela KTT ASEAN ke-37.
RCEP merupakan kemitraan ekonomi komprehensif regional Asia yang digagas Indonesia saat memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011. Kerja sama ini bertujuan untuk mengonsolidasikan lima perjanjian perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitradagangnya.
Perundingannya dinyatakan selesai pada 11 November tahun itu dengan 15 negara yang menyepakatinya terdiri dari 10 negara ASEAN dan 5 mitra ASEAN yaitu Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.