Bisnis.com, JAKARTA - Regulasi dan operasi industri kelapa sawit dalam negeri dinilai perlu ditangani oleh badan yang memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden guna mendukung upaya penyelesaian masalah harga minyak goreng.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan badan tersebut diperlukan guna mendukung rencana pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan sawit.
Rencana audit tersebut sebelumnya disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan.
"Untuk masalah audit itu, sebaiknya regulasi dan operasi industri sawit itu ditangani oleh suatu badan yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Konsep itu yang tidak dipunyai Indonesia selama ini," kata Sahat kepada Bisnis, Kamis (26/5/2022).
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar menilai pemerintah bisa mengambil langkah yang lebih praktis terkait masalah minyak goreng, yakni memperbaiki koordinasi antara Kementerian Pertanian di hulu, Kementerian Perindustrian di pengolahan, dan Kementerian Perdagangan di hilir.
"Menurut saya badan itu kurang pas. Sekarang tinggal koordinasi antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan saja yang lebih disinkronkan," kata Bobby.
Hal tersebut, sambungnya, lebih efektif untuk diterapkan menyusul penunjukkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai bagian tim koordinasi dan pengawasan Satgas Pangan terkait dengan minyak goreng.
Lebih jelasnya, kata Bobby, pemerintah tidak perlu mengambil langkah lebih jauh melampaui upaya peningkatan koordinasi serta pengawasan tersebut karena pasokan crude palm oil (CPO) di Tanah Air tidak bermasalah.
"Indonesia memproduksi 47-48 juta ton CPO/tahun. Kebutuhan konsumsi, food, dan kosmetik 10 juta ton. Untuk program biodiesel 9 - 10 juta ton. Sementara itu masih ada persediaan 27 - 28 juta ton. Suplainya melimpah," ujarnya.