Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancaman Inflasi Kian Serius, Pemerintah Diminta Tambah Anggaran Bansos hingga Rp80 Triliun

Anggaran perlindungan sosial yang hanya dinaikkan sebesar Rp18,6 triliun masih terbilang kecil jika melihat kondisi pemulihan daya beli kelompok menengah ke bawah dalam berbagai indikator masih menunjukkan tren perlambatan sejak April 2022.
Pedagang melayani pembeli di pasar Pondok Labu, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Pedagang melayani pembeli di pasar Pondok Labu, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu menambah anggaran bantuan sosial untuk masyarakat kelas menengah ke bawah guna menjaga daya beli masyarakat di tengah meningkatnya tekanan inflasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI menyampaikan bahwa pemerintah akan menambah anggaran bantuan sosial sebesar Rp18,6 triliun.

Tambahan anggaran tersebut akan dimanfaatkan untuk pemberian bantuan langsung tunai kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dan bantuan produktif usaha mikro (BPUM).

Di samping pemberian bantuan sosial, pemerintah juga akan menaikkan anggaran subsidi energi menjadi Rp208,9 triliun, dari sebelumnya ditetapkan sebesar Rp134,0 triliun dalam APBN 2022.

Kenaikan tersebut sejalan dengan kenaikan asumsi ICP ke level US$100 per barel, yang sebelumnya ditargetkan pada level US$63 per barel.

Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan langkah pemerintah tersebut patut diapresiasi. Dengan menaikkan anggaran subsidi energi, tarif listrik dan LPG 3 kg dapat terjaga stabil hingga akhir tahun.

Pasalnya, harga yang diatur pemerintah (administered price) cukup riskan dalam mendorong kenaikan inflasi, di samping inflasi harga bergejolak (volatile food).

“Artinya, pemerintah dengan perombakan pos belanja subsidi energi sudah memberikan bantalan fiskal yang cukup besar untuk menahan fluktuasi harga minyak mentah dan naiknya permintaan energi di dalam negeri,” katanya kepada Bisnis, Kamis (19/5/2022).

Namun demikian, Bhima berpendapat anggaran perlindungan sosial yang hanya dinaikkan sebesar Rp18,6 triliun masih terbilang kecil jika melihat kondisi pemulihan daya beli kelompok menengah ke bawah dalam berbagai indikator masih menunjukkan tren perlambatan sejak April 2022.

Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh faktor pendapatan yang masih belum pulih seperti kondisi sebelum pandemi sehingga kelompok rentan diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi, terutama yang bersumber dari inflasi pangan.

“Sebaiknya tambahan anggaran perlinsos Rp50 triliun hingga Rp80 triliun, meskipun harus korbankan pelebaran defisit anggaran,” tuturnya.

Di samping itu, dia menambahkan, anggaran subsidi energi juga masih berpotensi mengalami kenaikan kembali di atas Rp250 triliun hingga Rp300 triliun jika terjadi perubahan asumsi secara signifikan, baik ICP maupun nilai tukar rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper